Scroll untuk baca artikel
Hukrim

Tiga Perusahaan Milik PT Sinar Mas Digugat di PN Palembang

×

Tiga Perusahaan Milik PT Sinar Mas Digugat di PN Palembang

Sebarkan artikel ini

BERITAPRESS, PALEMBANG | Tiga Perusahaan mik PT Sinar Mas kembali digugat di Pengadilan Negeri Klas IA Khusus Palembang.

Ketiga Perusahaan naungan PT Sinar Mas tersebut diantaranya PT Bumi Mekar Hijau ,PT Bumi Andalas Permai, PT Sebangun Bumi Andalas Wood Industries.

Pihak penggugat berjumlah 11 orang ini menggugat perusahaan tersebut diketuai oleh hakim tunggal Agus Pancara SH MH, hanya dihadiri oleh pihak penggugat, sementara untuk pihak tergugat tidak satupun menghadiri persidangan.

Pakta persidangan, Hakim Agus Pancara SH MH menyampaikan kepada pihak penggugat bahwa sidang tetap kita bukak dilanjutkan pemeriksaan surat kuasa dari pihak penggugat,” kata hakim Pancara, Rabu (8/10/24)

Lanjut Hakim Pancara, kepada pihak penggugat, “untuk pihak tergugat itu sudah kita layangkan surat pemanggilan, jadi kita tinggal menunggu kabar dari pihak tergugat,” tambahnya.

Usai melakukan pemeriksaan dan surat surat kuasa dari pihak penggugat, hakim tunggal ini menunda jalanya persidangan dan akan dilanjutkan sidang pekan depan pada tanggal 17 Oktober 2024 nanti.

Sebelumnya, sebanyak 12 orang warga Sumsel mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Palembang, untuk mendaftarkan gugatan terjadap 3 perusahaan, atas perkara kabut asap yang terjadi cukup lama, Ketiga perusahaan yang digugat oleh masyarakat tersebut, diantaranya yaitu, PT.Bumi Mekar Hijau(BMH), PT.Bumi Andalas Permai (BAP), dan PT Sebangun Bumi Andalas Wood Industries (SBA Wood Industries), Kamis (29/8/2024).

Kedatangan 12 warga tersebut didukung oleh Gabungan Koalisi Masyarakat Sipil dan Organisasi Lingkungan yaitu Inisiasi Sumatera Selatan Penggugat Asap (ISSPA), kedatangan 12 warga tersebut adalah ingin menuntut ganti rugi atas tercerabutnya hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta pemulihan lingkungan atas terjadinya kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla), yang telah merugikan mereka baik secara materil dan in materil.

12 warga yang melayangkan gugatan tersebut adalah merupakan warga yang bermukim dan terdampak langsung dan berasal dari beberapa daerah, yaitu warga Desa Bangsal, Kecamatan Pampangan, Desa Lebung Itam, Kecamatan Tulung Selapan, dan dari Kota Palembang.

Salah satu warga Desa Lebung Itam, Pralensa mengatakan bahwa kami sangat merasakan dampak dari kabut asap yang melanda hampir setiap tahun.

“Bertahun-tahun saya menjadi korban kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan, bahkan tahun lalu rumah walet saya juga ikut terbakar, kedatangan kami adalah untuk menggugat tiga perusahaan yang kami anggap membawa dampak kabut asap yang kami rasakan hampir setiap kemarau, dan lewat gugatan ini, kami ingin memberi peringatan bahwa apa yang perusahaan lakukan itu salah, karena telah merusak lingkungan dan ruang kehidupan kami, serta menimbulkan derita berkepanjangan,” jelasnya.

Akibat kabut asap yang berdampak buruk bagi kesehatan ekosistem dan manusia, baikfisik maupun mental, seperti dada sesak serta pernapasan terganggu karena infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), atas kejadian ini sendiri yang berdampak langsung pada kesehatan anak dan diri sendiri.

Ini pertama kalinya masyarakat menuntut pertanggungjawaban mutlak atau strict liability dari badan hukum atas kerugian akibat pencemaran atau perusakan lingkungan yang diperbuat badan hukum tersebut dan perjuangan ini akan jadi babak baru dalam perkembangan hukum lingkungan di Indonesia dan gaya baru perjuangan rakyat melawan krisis iklim.

Hal yang sama dikatakan Belgis Habiba selaku Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia mengatakan, luas areal yang terbakar dalam konsesi para tergugat pada 2015-2020 seluas 254.787 hektare, hampir setara empat kali luas DKI Jakarta, dan Ketiga perusahaan ini pun pernah dikenai sanksi hingga dikenakan denda akibat karhutla berulang-ulang, namun hingga tahun lalu, konsesi ketiganya ternyata masih terus terbakar.

“Pada lanskap gambut, yang sebenarnya punya peran penting menyimpan karbon, rusaknya gambut di lanskap tersebut, yang lantas memicu karhutla dan kabut asap terus-menerus, tentu sangat memperburuk krisis iklim, peningkatan emisi karbon akibat karhutla dan kabut asap juga berkontribusi menghambat upaya penurunan emisi, bahkan membuat gagalnya pencapaian target iklim oleh pemerintah Indonesia,” kata Belgis Habiba.

Selain memicu konflik agraria berkepanjangan, ternyata ketiga perusahaan tersebut juga menimbulkan dampak ekologis yang begitu merusak dan mengganggu kehidupan masyarakat Sumatera Selatan. (Arman)