KADANG hidup berjalan seperti peta yang lenyap di pertengahan jalan. Meskipun kita tahu tujuannya, namun jalan untuk menuju ke sana itu menjadi kabur. Nah, Ulfa Hidayati pernah mengalami pengalaman itu.
Apalagi lulus kuliah dulu terasa, seperti garis akhir yang membahagiakan. Tapi setelah toga dilipat dan foto wisuda diturunkan dari bingkai yang terletak di dinding ruang tamu rumahnya, ia baru sadar, ternyata itu bukan garis akhir nasibnya, melainkan awal dari babak baru yang sunyi, artinya perjuangan hidup masih panjang.
Hari-hari setelah wisuda terasa Panjang, namun ia tetap semangat menulis Curriculum Vitae/CV bahkan selalu ia kirim ke berbagai perusahaan, baik lokal, maupun Nasional, tak sungkan, ia juga mengikuti pelatihan secara daring bahkan jumlahnya tak terhitung lagi, hasilnya belum menyenangkan hati, alias nihil.

Dunia kerja memang terasa seperti pintu kaca, kelihatan peluang di baliknya, namun tak tahu di mana letak gagangnya.
“Rasanya tak bosan berusaha, tapi hasilnya kayak jalan di tempat,” kenang Ulfa sembari mengusap air mata haru dengan selembar tisu tipis.
Ulfa merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara, buah hati pasangan Sofanah dan Marwan. Meski demikian, Ibunya selalu memberi semangat untuk kesuksesan hidupnya, dan mendoakan.
Saat itu Ulfa mengaku merasa, seperti kompas yang kehilangan arah, selalu merenung di keheningan malam yang gelap di ruang kamar sebelum tidur malam.

Bahkan, ia diam-diam selalu bertanya di dalam hati, apa memang segini saja kemampuan ku dan nasibku?.
Namun tak terduga, suatu hari, kabar datang dari seorang teman yang memberitahu, ada pelatihan di Rumah Cahaya Indonesia (RCI), dibina YBM PLN UID S2JB.
Awalnya Ulfa, iseng, hanya ingin ikut untuk mengisi waktu luang, agar tak jenuh dan otak tetap jernih, Ia-pun mengaku tak menaruh asa apa-apa. Tapi sebaliknya langkah kecil itu tak terduga, justru menjadi jalan panjang menuju perubahan besar terhadap nasibnya.
Sebab, RCI bukan cuma mengajari tentang digital marketing atau cara bikin konten. Jadi, di sanalah, Ulfa belajar soal hidup, misalnya tentang ikhlas, percaya diri, dan mengenal potensi diri yang mungkin selama ini ia abaikan.
“Instrukturnya lumayan enak menjelaskan materi, bahkan bukan saja cuma ngajarin teori, tapi juga nyadarkan saya agar berhenti untuk menyalahkan diri sendiri,” akunya.

Akhirnya, sedikit demi sedikit, Ulfa menemukan arah yang sempat hilang dalam hidupnya, ia kembali menata mimpi indah. Kali ini bukan untuk sekadar punya pekerjaan, tapi hidup yang penuh arti.
Ia juga tak segan untuk memasang target besar dalam hidupnya, yakni menjadi Aparatur Sipil Negara (pegawai ASN). Bukan karena untuk mengejar status, namun, ia termotivasi untuk membalas kebaikan orang-orang yang dulu menolongnya dan menyemangatinya.
Meski demikian, langkah pertama itu tentunya tak semulus jalan tol, ia sempat gagal di percobaan pertama CPNS. Malam itu, ia sempat menangis pelan di keheningan malam di kamar sembari berbaring.
Tapi, sebaliknya tangisan itu bukan menandakan ia untuk menyerah, itu menjadi tanda dan tekad ia untuk terus berjuang dalam mengejar mimpinya masih kabur
“Kalau gagal, ya.. wajar sih, nasib dan jalan hidup manusia itu ada garisnya, tak semuanya sama, tapi yang penting berdoa dan tetap berusaha, namanya juga belajar hidup,” katanya dengan senyum kecil.
Perjalanan hidup Ulfa tidak hanya sebatas itu saja, ada hal yang lebih miris menerpa dirinya, Cerita ini dimulai saat dirinya berumur 1 Tahun dan di tinggal sang Ayah, sosok sang ayah ini yang selalu dirindukannya, hingga saat ini dirinya rindu bertemu.
Selain itu, di penghujung 2024, masih ada cobaan, karena Ulfa dihadapkan pada dilemma, yakni membagi waktu antara belajar materi CPNS dan mengikuti pelatihan di RCI.
Jadi bingung, pasalnya ke-duanya penting, dua-duanya juga memang melelahkan. Tapi ia tahu, kalau mau berhasil, harus ada yang dikorbankan alias memilih salah satu.
Lalu katanya hatinya tetap memilih jalan ke duanya, siang ikut belajar soal hukum dan birokrasi, malamnya membuka laptop untuk pelatihan daring. Bahkan karena capek, ia kerap ketiduran di depan layar, tapi semangatnya tak ikut tidur. Ibarat pepatah, “Kalau kapal tahu pelabuhannya, angin seburuk apa pun akan menuntunnya ke sana”. Nah, dengan semangat dalam benaknya, Ulfa tahu ke mana pelabuhannya, meski ombaknya tinggi, ia tetap berusaha berjuang untuk mendayungnya.
Hingga akhirnya berbuah manis, ternyata Alhamdullilah, rezeki itu tidak kemana-mana, di awal 2025, kabar itu datang.
Ulfa membuka pengumuman CPNS dengan tangan gemetar, ternyata namanya tercantum di daftar kelulusan, ia pun terdiam seolah tak percaya, bahkan dunia seperti berhenti sebentar, kemudian secara spontan ia terharu, air matanya mengalir deras terharu.
“Saya cuma bisa bersujud, dan berucap Alhamdullilah, rasanya sangat nggak percaya,” katanya pelan.
Nyalakan semangat sendiri
Kini ia resmi bertugas di Inspektorat Pemerintah Kabupaten Seluma, Bengkulu. Hari-harinya diisi dengan kerja, belajar, dan terus selalu bersyukur dan mengingat Allah SWT.
Dan di balik seragam ASN-nya itu, masih ada Ulfa yang dulu, gadis yang pernah bingung, pernah ragu, namun tetap semangat dan tak pernah berhenti untuk melangkah.

Kisah Ulfa sebenarnya bukan hanya tentang kelulusan CPNS, kisah ini tentang bagaimana kita menemukan diri sendiri dalam kehidupan yang semakin sesak dan persaingan semakin sempit ini, apalagi di tengah kebingungan yang sering dialami anak-anak muda di zaman sekarang.
Sebab, masih banyak orang mengira generasi muda itu lemah, padahal mereka cuma kelelahan, hidup di zaman yang segalanya cepat berubah ini, serta arahnya kerap tak jelas juga, kita dituntut tetap bersemangat, sabar dan tetap berusaha, serta jangan ketinggalan juga doa kepada Allah SWT.
Rumah Cahaya Indonesia (RCI) yang merupakan program pemberdayaan dan pelatihan di bawah pilar pendidikan YBM PLN (Yayasan Baitul Maal PLN) yang berfokus pada pengembangan keterampilan. “PLN S2JB” merujuk pada RCI YBM PLN UID S2JB, yaitu salah satu unit RCI yang berada di bawah naungan YBM PLN Wilayah Sumatera Selatan, Jambi, dan Bengkulu.
Melalui RCI Sebuah program dari Yayasan Baitul Maal PLN (YBM PLN) yang bertujuan untuk memberdayakan dan melatih masyarakat, khususnya di bidang Pendidikan, disinilah menjadi tempat Ulfa berhenti sejenak, menarik napas, dan menata ulang jalannya. Tapi yang paling penting, ia sendiri yang menyalakan semangat itu lagi.
Kadang memang kita terlalu sibuk mengejar hasil, sampai lupa menikmati proses, padahal di situlah maknanya.
Seperti kata pepatah, “Laut tenang tak pernah melahirkan pelaut Tangguh” tetapi, Ulfa justru tumbuh dari badai bukan dari laut yang tenang.
Oleh karena itu, jika kita renungkan dan selalu merefleksi diri, hidup itu memang tak punya panduan tetap.
Apalagi kadang kita menganggapnya sebagai jalan pintas, justru malah berputar jauh, namun siapa tahu itulah kada rute terbaiknya.
Ia mengaku pernah tersesat, tapi dari situ ia belajar, yakni tersesat bukan berarti gagal, hanya sedang diarahkan ulang.
“Seandainya kalian lagi bingung, itu fase biasa karena setiap orang pasti mengalaminya, intinya nggak apa-apa sebab ALLAH SWT itu adil, kita hanya diberhentikan sementara jalannya, agar tidak salah belok, dan Langkah,” pesannya lembut.
Dan betul juga, karena hidup bukan lomba cepat-cepatan, namun tentang gimana siapa yang mau tetap melangkah, meski dalam keadaan ragu.
Ulfa kini merasa sudah melangkah ringan, ia tidak tahu apa yang akan terjadi beberapa tahun lagi, yang jelas, ia tak lagi takut tersesat, pasalnya terpenting itu bukan seberapa cepat sampai, tapi seberapa berani terus berjalan.
Oleh sebab itu, Ulfa berusaha selalu menatap masa depan dengan kepala tegak, Ia tahu, perjalanan hidup tak akan selalu mulus di dunia, karena itu ketentuan hidup, namun ia berusaha tetap dijalur yang benar, meskipun juga tak akan selalu gelap.
Setiap langkah, sekecil apa pun, katanya adalah doa yang bergerak. Mungkin di luar sana ada banyak Ulfa lain yang tengah kebingungan dengan arah hidupnya, nemun ia selalu ingat pesan ibunya dulu, “Kalau terus melangkah, ALLAH SWT pasti menunjukkan jalan pulang”.
Ulfa mengaku sudah membuktikannya, ia bukan hanya menemukan pekerjaan, tapi juga menemukan dirinya sendiri, perempuan yang pernah takut tersesat, kini tahu bahwa tersesat pun bisa jadi cara untuk ALLAH SWT Tuhan menuntun kita pulang, Terima Kasih PLN. (*)
Penulis : Muhammad Asri

























