Kisah Peternak Lebah Desa Sukamaju, Jambi – Saat Setetes Madu Mengalirkan Harapan, Pendidikan, dan Kemandirian Lewat Program Beeyond Honey PHE Jambi Merang (Pertamina Hulu Energi Jambi Merang)
KABUT pagi masih bergelayut di atas hutan akasia Desa Suka Maju, Kecamatan Geragai, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi. Dari kejauhan, dengung lebah terdengar, seperti orkestra kecil yang menandai dimulainya kehidupan baru.
Di antara deretan kotak kayu berwarna cokelat muda, Ketua Kelompok Budidaya Lebah Madu Sabak, Sutrisno, peternak lebah sederhana membuka satu demi satu sisir madu. Tangannya berhati-hati, matanya berbinar.
Bukan semata karena hasil panen madu yang melimpah, tapi karena dari madu itulah ia mampu menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak. Siapa sangka, serangga mungil yang terbang di antara bunga itu bisa menyalakan cahaya pengetahuan di rumah seorang petani desa.

Peternak lebah madu di Desa Sukamaju memperlihatkan alat ternak lebah bantuan program pemberdayaan masyarakat, yang kini menjadi sumber penghasilan baru bagi warga sekitar.
Program Beeyond Honey dari Pertamina Hulu Energi (PHE) Jambi Merang, bagian dari PT Pertamina Hulu Rokan Zona 1, bukan hanya menyalurkan energi dari bumi, tapi juga menghidupkan energi kemanusiaan, yang menggerakkan hati, bukan sekadar mesin.
Sebelum mengenal lebah, Sutrisno adalah petani Sawit. Penghasilannya serba pas-pasan hanya Rp3 Juta perbulan, sering kali tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sekolah anak dan keluarga.
Berawal PHE Jambi Merang memperkenalkan pelatihan budidaya lebah madu lewat program Beeyond Honey, Sutrisno langsung memutuskan mencoba peruntungan baru.

Ia bercerita, awalnya hanya memiliki beberapa kotak sarang lebah. Panen pertama gagal total. Koloni diserang hama dan sebagian pergi meninggalkan sarang. Tapi alih-alih menyerah, dan ia tak putus asa.
Malah makin bersemangat, terus belajar dari kegagalan itu, perjuangannya tak sia-sia, akhirnya berkah pertama datang, PHE memberi pendampingan, pelatihan ulang, serta bantuan peralatan modern.
Kemudian tiga tahun berikutnya, jumlah kotaknya bertambah jadi seratus, dan hasil panen mencapai ratusan kilogram madu setiap bulan.
Madu Lebah Sabak
Dari situ, kehidupan berputar arah. Uang hasil penjualan madu bukan hanya untuk dapur, tapi juga untuk biaya pendidikan anak-anaknya.
“Kalau dulu saya lihat madu cuma buat obat batuk, sekarang madu ini jadi obat hidup,” ujarnya sambil tertawa kecil.
Program Beeyond Honey ini memang dirancang bukan sekadar CSR biasa, namun perwujudan filosofi energi sejati berasal dari harmoni manusia dan alam.

Madu Lebah Sabak, hasil olahan yang dikemas dengan baik oleh Sutrisno dan kelompoknya, bahkan, warga Sukamaju tak hanya belajar untuk memanen madu, tapi juga menjaga ekosistem. Mereka menanam lebih dari 2.000 pohon bunga dan buah seperti, kaliandra, jambu, dan rambutan agar lebah punya sumber nektar berkelanjutan.
“Kalau lebahnya pergi, tanaman tidak berbuah. Kalau tanaman tak berbuah, manusia kehilangan pangan,” kata Sutrisno, Ketua Kelompok Lebah Madu Desa.
Dari sanalah, mereka memahami satu pelajaran sederhana, namun mendalam bahwa kesejahteraan tak harus mengorbankan alam. Justru dengan menjaga alam, mereka menjaga masa depan.
Kata Pepatah itu “Siapa menanam bunga, akan dipeluk lebah, siapa memelihara lebah, akan dipeluk kehidupan”.
Oleh sebab itu, setiap botol madu yang dijual warga Sukamaju membawa cerita tentang perjuangan, kesabaran, dan cinta orang tua kepada anak.
Dan madu itu, kini menjadi simbol pendidikan di desa bahkan menjadi sebuah pergeseran dari ekonomi subsisten ke ekonomi nilai.
Melalui Koperasi Sukma Jaya Berkah, difasilitasi PHE Jambi Merang, para peternak kini menjual madu dengan harga stabil dan sesuai standar SNI.
Saat ini, tak lagi ke tengkulak, tapi lewat sistem koperasi yang transparan. Bahkan muncul produk turunan seperti Grubi Madu, Jahe Madu Instan, dan Keripik Masinis yang dikelola kelompok UMKM binaan Pertamina.
Sutrisno menetap di Jambi Tahun 1992 ini bercerita, bahwa dengan adanya bantuan PHE Jambi Merang dirinya dan warga sangat terbantu. Bisa meningkatkan pengasilan dari pas-pasan di Sawit, dan saat ini dari budidaya madu saja bisa menghasilakn Rp6 juta perbulan belum lagi tambahan dari penghasilan dari Kebun Sawit.
“Seiring Program Beeyond Honey ini kan untuk membantu penyerbukaan tentang Sawit, dan ada tambahan Nektar Akasia (adalah cairan manis yang dihasilkan oleh bunga pohon akasia, yang menjadi makanan utama bagi lebah untuk membuat madu akasia),” kenang Sutrisno asal Jawa Timur, Ponorogo ini.
Bukti nyata
Inilah bukti nyata program pemberdayaan bukan sekadar memberi ikan, tapi memberi kail, hingga mengajarkan cara memelihara kolamnya.
Jadi, apa yang dilakukan PHE Jambi Merang sejalan dengan praktik perusahaan global yang membangun shared value antara bisnis dan manusia.
Sebut saja Unilever, melalui Unilever Sustainable Living Plan, perusahaan ini memberdayakan ribuan petani kecil di Asia untuk menerapkan praktik pertanian ramah lingkungan tanpa kehilangan produktivitas. (Sumber: Unilever Sustainable Living Report, 2023)
Kemudian Patagonia, perusahaan pakaian outdoor ini menyumbangkan seluruh keuntungannya untuk pelestarian lingkungan, dengan filosofi “We’re in business to save our home planet”. (Sumber: Harvard Business Review, 2022)
Lalu, Danone, melalui inisiatif One Planet. One Health, Danone mendukung peternak susu di Prancis dan Asia agar bisa berproduksi secara etis dan berkelanjutan. (Sumber: Danone Impact Report, 2023)
Selanjutnya Tesla, dengan inovasi energi bersih dan kendaraan listrik, Tesla menunjukkan bahwa keberlanjutan dapat menjadi kekuatan ekonomi baru. (Sumber: Bloomberg ESG Insights, 2024)
Dari program -program itu, menunjukkan bahwa energi sejati perusahaan bukan hanya pada bahan bakar atau listrik yang mereka hasilkan, tetapi pada nilai kemanusiaan yang mereka bangun.
Malah komitmen itu ditunjukan juga PHE Jambi Merang bahkan, kini berani berdiri dibarisan yang sama, menghadirkan energi untuk manusia, bukan hanya untuk mesin.
Dan lebah tidak pernah bekerja untuk dirinya sendiri. Ia terbang jauh, mengumpulkan nektar dari bunga ke bunga, tapi hasilnya justru dinikmati makhluk lain.
Di situlah letak kebijaksanaan alam yang sering luput dari kesadaran manusia.
Oleh sebab itu, sebagai renungan, dari lebah, kita belajar tentang ketulusan, keteraturan, dan kerja sama.
Apalagi di dalam koloni, setiap lebah punya peran, yaitu ada yang mengumpulkan nektar, ada yang menjaga sarang, ada yang mengasuh ratu. Tidak ada yang merasa lebih penting.
Nah, bisa kita tarik kesimpulan bahwa “dari lebah, manusia belajar, yang kecil tak selalu lemah, dan yang memberi tak pernah kehilangan”.
Sutrisnotelah membuktikannya, dari desa kecil yang dulu tak tersentuh teknologi, kini lahir sinergi besar antara alam, manusia, dan pendidikan.
“Madu Menyekolahkan Anak” adalah bukti pembangunan tidak selalu datang dari gedung tinggi atau pabrik yang besar.
Kadang ia tumbuh dari kebun bunga, dari dengung lebah, dari tangan petani yang percaya bahwa kerja keras serta ketulusan hati bisa mengubah nasib.
Ketika perusahaan, pemerintah, dan masyarakat berjalan seiring menjaga alam, hasilnya bukan sekadar ekonomi, tapi martabat manusia. Di titik itu, madu tak lagi hanya cairan manis, ia menjadi simbol perjuangan, pengetahuan, dan harapan.
Empat tahun berjalan, Beeyond Honey bukan sekadar program CSR, tapi gerakan sosial-ekologis yang menghubungkan energi bumi dengan energi hati manusia.
Dari Desa Sukamaju, kita belajar bahwa keberlanjutan bukan slogan, tapi tindakan nyata. Bahwa pendidikan anak-anak bangsa bisa lahir dari tangan peternak lebah.
Dan energi sejati tak melulu soal listrik atau minyak, tapi tentang cinta dan tanggung jawab yang menumbuhkan kehidupan.
Karena seperti yang diyakini para peternak lebah Sukamaju “Kalau energi bisa menggerakkan mesin, maka kepedulianlah yang menggerakkan hati”.
Dari hati yang penuh kepedulian itulah, setetes madu berubah menjadi cahaya pengetahuan yang menerangi masa depan bangsa. (*)
Laporan : Muhammad Asri




























