BERITAPRESS, PALEMBANG | Tiga terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) SMA Negeri 2 Buay Pemanca Kabupaten OKU Selatan ini disinyalir belum mengerti tugas dan juga wewenang PPK.
Hal tersebut disampaikan langsung Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang disapa akrab dengan panggilan Bob usai sidang yang digelar di Pengadilan TipikorKlas IA Khusus Palembang, Jumat (27/9/2024).
“Terdakwa ini belum tahu tugas dan pungsi PPK karena PPK tidak melaporkan ke inspektorat, jangankan melaporkan ke inspektorat, pekerjaannya saja terdakwa tidak tahu seperti apa bentuknya dan juga terdakwa tidak pernah ke lapangan untuk melihat fisik bangunan, bahkan kata ahli dari mereka saja mengatakan, Pemeriksaan Fisik lebih baik untuk dilakukan,” jelasnya kepada awak media.
Lanjut Bob, Terkait Kontrak, sudah dijelaskan oleh ahli Barang dan Jasa, bahwa yang berwenang melakukan tandatangan di kontrak adalah PA/KPA/PPK, yang disebut untuk selanjutnya sebagai Pejabat Penandatangan Kontrak, siapa pun yang tandatangan di kontrak maka dia yang bertanggung jawab baik itu dalam hal pencairan. Tadi pun Ahli Barang Jasa mengatakan seluruh orang yang terlibat dalam proses pencairan ikut bertanggungjawab.
“Terdakwa Joko ini selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang menyetujui pencairan tanpa melakukan verifikasi kebenaran formil dan materil terhadap kegiatan tersebut bahkan dirinya pun ikut bertanggungjawab atas uang yang dikeluarkan negara,” katanya.
Dalam hal ini, Kuasa hukum terdakwa menghadirkan dua saksi ahli dimuka persidangan terkait kasus dugaan korupsi pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) SMA Negeri 2 Buay Pemanca Kabupaten OKU Selatan tahun anggaran 2022, yang menjerat 3 orang terdakwa, dengan nilai proyek Rp 2 miliar 247 juta lebih, dengan nilai kerugian negara mencapai Rp 719 juta diantaranya terdakwa Joko Edi Purwanto selaku Kabid SMA Diknas Sumsel sekaligus sebagai PPK, terdakwa Indra SE selaku penyedia Jasa Konstruksi dan terdakwa Adi Saputra ST selaku Konsultan Perencana Pengawas.
Dua Saksi tersebut yakni Dr Mahmud ahli bidang Hukum Pidana dan Edi Usman ahli Barang dan Jasa dihadapan Majelis hakim Pitriadi SH MH.
JPU pun langsung mencecar saksi ahli
barang dan jasa, apakah suatu pekerjaan konstruksi tidak dikerjakan sesuai dengan yang telah ditentukan di dalam RAB dan disepakati oleh kedua belah pihak sebelumnya, apakah boleh PPK memutuskan kontrak pada saat itu, untuk menghindari dan mencegah kerugian negara yang lebih besar.
“Pada dasarnya boleh, karena kewenangan pengendalian kontrak memang di PPK, berdasarkan pasal 11 ayat (1) huruf (K),” jelas saksi ahli Edi Usman.
Lain halnya dengan majelis hakim ketik mendengar pernyataan tersebut, hakim pun menjadi penasaran dan bertanya kepada Ahli, terkait atas statemen Ahli, Pengakhiran Kontrak itu bisa atau tidak, karena masalah seperti ini sering ditemukan.
“Terakhir, Pengakhiran dan Penghentian Kontrak, “itu bisa” syarat Pengakhiran Kontrak, adalah dengan cara dibuat kesepakatan dituangkan dalam berita acara, dan ditandatangani seperti kontak dan memakai materai antara PPK dan Penyedia, tapi harus melalui rapat dan banyak melibatkan orang dan harus ikut semua dengan menandatangani daftar hadir, seperti pengawas, perencana, tim teknis, PPTK, ketika terjadi kesepakatan yang paling penting Dua pihak tersebut, diataranya Penyedia tidak menuntut ganti rugi, Pengguna Anggaran (PA) juga harus menyatakan bersedia menganggarkan setelah kesepakatan, hasil pekerjaan harus tetap dibayar,” ungkap saksi Ahli.
Hakim kembali bertanya, apakah PA, KPA, PPK boleh bersama-sama menandatangani kontrak, dalam pasal 10 ayat (3) Perpres 1121 berbunyi, KPA menugaskan PPK.
“Tugas PPK mengendalikan kontrak, pengendalian dalam bahasa management proyek nya adalah Controlling untuk membandingkan apa yang direncanakan dengan apa yang dikerjakan, PPK pengontrol, membantu penjabat menandatangani kontrak dalam hal pengendalian pekerjaan serta membantu administrasi kontrak,” urai ahli.
Ahli menjelaskan, penanda tangan kontrak adalah orang yang bertanggung jawab terhadap kontrak “sudah pasti”, namun dalam pelaksanaannya penanggungjawab nya adalah penyedia, diatur dalam pasal 17 ayat (2), sedangkan pengendalian adalah PPK.
Ahli juga menjabarkan terakit peminjaman perusahaan dalam proyek (Pinjam Bendera), sering dipertanyakan, sampai sekarang kami belum menemukan aturan larangan, yang ada adalah setiap badan usaha yang ikut tender, yang diminta adalah akte pendirian, akte perubahan terakhir harus ada pengesahan dari Kemenkumham, tidak ada aturan yang melarang dan tidak ada aturan yang memperbolehkan terkait pinjam Bendera, ini Fenomena dan saya prediksi di Indonesia mungkin lebih separuh pekerjaan pinjam bendera.
Tugas PPK lebih dominan ke administrasi, dan ketika ditemukan terjadi kekurangan dalam pekerjaan setelah serah terima, yang harus bertanggungjawab adalah Penyedia, dan ketika kekurangan pekerjaan tidak sesuai dengan kontrak, tugas PPK yang mengendalikan kontrak, PPK harus konsultasi ke Inspektorat dengan temuan tersebut.
“Dan Inspektorat harus melakukan Audit Internal, dan PPK wajib menindaklanjuti itu, ketika tidak ditindaklanjuti maka Afif meminta penegak hukum untuk melakukan investigasi dan seterusnya, ketika tidak sesuai kontrak maka PPK harusnya ke Inspektorat dulu untuk lakukan audit,” pungkasnya. (Arman)