Scroll untuk baca artikel
Ngakak

Investor Lapar Ide di Dapur Inovasi FSI 2025

×

Investor Lapar Ide di Dapur Inovasi FSI 2025

Sebarkan artikel ini
foto : kemenpar

Saat Anak Muda “Masak” Kreativitas dan Bikin Dunia Bisnis Ngiler

JAKARTA akhir Oktober kemarin bukan cuma panas karena cuaca, tapi juga karena aroma ide yang menyeruak dari dapur-dapur inovasi anak muda di ajang Demoday FoodStartup Indonesia (FSI) 2025. Bukan dapur sembarangan di sinilah para “chef bisnis” muda sibuk mengaduk-aduk mimpi, menumis kreativitas, dan menyajikan inovasi yang bikin para investor garuk-garuk kepala, bukan karena bingung, tapi karena pengen cepat-cepat cicip hasilnya.

Kalau biasanya yang bikin orang lapar itu bau sate, kali ini yang bikin lapar adalah bau ide.

Coba pikirkan misalnya suasana ballroom Movenpick Hotel Jakarta waktu itu tegang tapi hangat, seperti menunggu martabak matang.

Para finalis berdiri gagah di depan juri dan investor, menenteng produk kebanggaan masing-masing  dari minuman herbal rasa kekinian sampai dessert yang katanya bisa bikin mantan balik (katanya loh, belum diuji klinis).

Selama tiga hari Demoday FSI 2025 (29–31 Oktober), para peserta bukan cuma pitching ide, tapi juga “digoreng” lewat mentoring dan conference. Mentor-mentor profesional menjejali mereka dengan resep sukses, mulai dari strategi bisnis, pengembangan produk, sampai rahasia menghadapi pasar yang selucu TikTok tapi sesadis Excel laporan keuangan.

Tak ada yang mudah. Tapi di balik wajah tegang itu, terlihat semangat yang menggelegak semangat yang sama seperti minyak panas saat pertama kali bertemu bawang putih: meledak tapi wangi.

Di penghujung acara, hadir Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana, yang tampil santai tapi berwibawa. Ia memuji para finalis dengan mata berbinar, seolah ikut mencicipi hasil karya mereka. “Ide-ide ini luar biasa” katanya.

Dan benar juga  dari inovasi sambal instan yang bisa dikirim ke luar negeri tanpa kehilangan rasa pedas lokal, sampai konsep makanan sehat berbasis bahan alami Nusantara, semuanya menunjukkan satu hal, kuliner bukan cuma soal kenyang, tapi soal identitas.

Sang Menteri menegaskan, sektor kuliner adalah bagian penting dari pariwisata. Orang datang ke Indonesia bukan hanya mau lihat pantai, tapi juga mau makan rendang, sate, gudeg, sampai kerupuk kulit di warung ujung gang.

Intinya, rasa bisa jadi pintu masuk wisata, karena sebelum wisatawan jatuh cinta pada pemandangan, biasanya mereka lebih dulu jatuh cinta pada sambal.

Yang menarik, tak sedikit investor yang datang dengan ekspresi seperti orang kelaparan setelah puasa panjang. Mereka bukan cuma lihat angka di proposal, tapi lihat semangat di balik produk. Beberapa bahkan langsung menyatakan minat untuk investasi, bukan hanya ke tiga besar, tapi juga ke peserta lain.

Dan inilah keindahan Demoday FSI, ia bukan sekadar lomba, tapi panggung untuk menjodohkan ide dengan modal. Satu peserta bahkan bilang sambil bercanda, “Investor itu kayak jodoh, datangnya pas kita udah siap masak cinta sama visi”.

Di sini, modal dan ide saling bertemu dalam dapur besar bernama ekosistem kreatif.

Bahkan, dari sepuluh finalis yang tampil di final pitching, tiga startup keluar sebagai juara Casa Grata (peringkat 1), Street Sushi (peringkat 2), dan Doughzen (peringkat 3). Tapi kemenangan sesungguhnya bukan cuma milik mereka  melainkan seluruh peserta yang sudah berani tampil dengan ide-ide rasa lokal, nyali global.

Oleh sebab itu, dalam dunia bisnis, keberanian itu ibarat garam: tak kelihatan, tapi kalau tak ada, rasanya hambar.

Pepatah lama bilang, “Air yang tenang tak selalu jernih, tapi yang mendidih pasti matang”. Nah, para peserta FSI ini sedang berada di fase mendidih penuh letupan, tapi siap disajikan ke dunia.

Kalau dipikir-pikir, bisnis kuliner itu cerminan hidup. Kadang kita harus mencoba resep berkali-kali sebelum ketemu rasa yang pas.

Kadang juga gagal total, gosong, bahkan bikin rumah berasap. Tapi dari situ muncul pengalaman, tahu kapan api harus dikecilkan, dan kapan harus ditambah bumbu semangat.

FSI 2025 bukan cuma tempat kompetisi, tapi tempat belajar mencicipi kegagalan dengan garam harapan.

Para pesertanya sadar bahwa inovasi bukan soal “siapa paling baru”, tapi “siapa paling tahan mencoba lagi”, karena di dunia kuliner, bahkan ide basi pun bisa jadi tren, asal disajikan dengan cara yang segar.

Jadi, acara ini menegaskan satu hal, yaitu Indonesia nggak kekurangan ide, tapi kadang kurang kompor untuk masaknya. Demoday FSI memberi kompor itu, lengkap dengan bahan, resep, dan bahkan penikmatnya.

Ke depan, semoga semakin banyak anak muda yang mau turun ke dapur, bukan sekadar memanaskan wajan, tapi memanaskan semangat berinovasi. Karena seperti kata orang bijak (yang mungkin dulu juga lapar) “Ide yang tidak dimasak, cuma jadi bahan mentah di kepala”

Dan… di FSI 2025 kemarin, ide-ide itu bukan cuma dimasak, tapi disajikan hangat-hangat, bikin investor lapar, dan masa depan bisnis kuliner Indonesia jadi makin menggoda.[***]