JAKARTA, kota yang katanya nggak pernah tidur, tapi warganya sering pengin tidur… di tengah macet. Tapi siapa sangka, dari lautan klakson dan aroma aspal panas, justru lahir inspirasi?. Bahkan buat seorang rockstar dunia, macet bisa jadi momen pencerahan. Kok bisa?
Itu yang dialami Hideto Takarai alias HYDE, vokalis legendaris asal Jepang, waktu naik bus tingkat Jakarta City Tour by JakLingko bareng Wakil Menteri Ekonomi Kreatif, Irene Umar.
Bayangkan, bintang rock Jepang yang biasanya tampil di stadion megah, kali ini keliling Jakarta di atas bus warna-warni sambil menikmati panorama paling autentik di negeri ini macet di Senayan!
Sementara Wamen Irene terlihat sumringah jadi pemandu wisata dadakan, HYDE malah asyik memotret gedung-gedung tinggi dan sesekali melambaikan tangan ke penggemar yang menjerit dari trotoar.
Di belakangnya, traffic menumpuk dengan sabar atau pura-pura sabar, karena di Jakarta, klakson itu bahasa cinta.
Namun, buat warga Jakarta, pemandangan kayak gitu mungkin biasa. Tapi buat HYDE, ini semacam cultural shock yang estetis.
“Jakarta punya energi luar biasa, “katanya dalam laman resmi ekraf belum lama ini, dengan senyum yang nggak pudar, meski bus berhenti lebih sering daripada lagu VAMPS ganti refrain.
Di Jepang, transportasi publik itu soal ketepatan waktu, efisiensi, dan ketenangan. Di Jakarta, beda tipis sama-sama publik, tapi lebih ke drama musikal terbuka, ada suara motor, teriakan abang ojek, dan tiupan peluit pak polisi yang kayak solo trumpet.
Dan entah kenapa, di tengah kekacauan itu, ada pesona tersendiri. HYDE kelihatan menikmati setiap detik, seolah macet bukan gangguan, tapi latar sempurna buat ide baru.
Bus yang ditumpangi HYDE bukan sembarang bus. Desainnya warna-warni, dengan karakter kartun yang nyengir lebar di bodinya.
Dari dek atas, HYDE bisa melihat Jakarta dari ketinggian yang cukup buat merenung tapi belum cukup buat kabur dari panas.
Dari Ratu Plaza sampai Bundaran HI, perjalanan itu bukan sekadar tur promosi konser HYDE [Inside] Live 2025 Word Tour, tapi juga perjalanan menemukan inspirasi dari hal-hal remeh.
Jadi, kalau di Jepang orang cari inspirasi di taman bunga sakura, di sini cukup di tengah jalan protokol sambil menatap papan reklame digital raksasa bergambar wajah sendiri. Mungkin HYDE mikir, “Wah, begini ya rasanya jadi bagian dari ritme kota yang hidup”.
Sementara itu, netizen di bawah udah mulai heboh “HYDE naik bus nih, guys! Bukan jet pribadi!”
Dan dari situ, muncullah pelajaran penting kadang pengalaman paling berkesan justru datang dari hal paling sederhana.
Ada pepatah modern dari warga kota “kalau kamu bisa sabar di tengah macet Jakarta, berarti kamu sudah naik level spiritual satu tingkat di atas manusia biasa”.
Di tengah kemacetan itu, HYDE mungkin sadar, bahwa setiap jeda bahkan yang tidak kita minta bisa jadi ruang untuk berpikir. Di dunia yang serba cepat, macet memaksa kita berhenti sejenak dan melihat sekitar.
Mungkin itu kenapa banyak ide kreatif justru lahir saat kita stuck di jalan, lagu, bisnis, bahkan naskah sinetron. Karena di situlah, kepala kita akhirnya punya waktu buat mikir meski awalnya karena frustrasi.n
Kalau di Tokyo, orang bisa stres cuma karena kereta telat dua menit, di Jakarta, dua jam pun masih bisa ditertawakan sambil beli gorengan di pinggir jalan. Bedanya cuma mindset.
Di Jepang, disiplin jadi budaya. Di Indonesia, sabar adalah superpower. Dan dari dua hal itu, kita bisa belajar bahwa kreativitas nggak butuh kondisi sempurna. Kadang justru dari ketidaksempurnaan dari kebisingan, panas, dan macet ide segar muncul tanpa diundang.
HYDE mungkin datang ke Jakarta untuk manggung, tapi pulangnya bisa jadi membawa cerita tentang bagaimana sebuah kota “berantakan tapi hidup” bisa menulari energi positif.
Oleh karena itu, kalau dipikir-pikir, hidup ini juga mirip macet. Kadang kita berhenti di tempat yang nggak kita mau, stuck, frustrasi, tapi justru di situlah kita belajar arah mana yang harus diambil.
HYDE di atas bus itu bukan cuma musisi yang lagi jalan-jalan, tapi simbol dari bagaimana kita bisa menikmati proses, meski jalannya nggak lancar-lancar amat.
Dan mungkin itulah makna dari kreativitas yang dimaksud Wamen Irene Umar: bukan soal panggung megah atau sorotan lampu, tapi soal bagaimana kita bisa melihat keindahan di tengah kekacauan.
Di akhir tur, bus berhenti di Bundaran HI, dan wajah HYDE terpampang di videotron besar. Sementara fans bersorak, HYDE masih menatap langit Jakarta yang jingga mungkin mikir, “Ternyata di kota seramai ini, ada ruang untuk diam dan berpikir”.
Mungkin benar kata pepatah lama “Jalan yang macet pun tetap membawa kita ke tujuan, asal sabar dan tahu kapan harus berhenti.”
Jadi, kalau besok kamu terjebak macet, jangan buru-buru marah. Siapa tahu, di antara klakson dan sinar matahari yang nyelekit itu, ada ide besar yang lagi nyari tempat mampir.
Karena seperti HYDE, kadang kita cuma perlu berhenti sebentar, buat sadar bahwa inspirasi bisa datang dari mana saja bahkan dari kemacetan di Jakarta.[***]

























