Oleh : LUTFI RUMADAY, S.Ag, M.Pd.I, MM.Sip (Dosen STAI Al-Mahdi Fakfak)
Soal Toleransi ; jangan ragu, datang di Fakfak kita belajar bersama.
BERITAPRESS, ID FAKFAK/Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) adalah festival keagamaan Islam di Indonesia yang bertujuan mengagungkan Al-Qur’an. MTQ telah ada sejak tahun 1940-an, MTQ pertama kali diselenggarakan pada tahun 1968 di Makassar (Sulawesi Selatan), dengan hanya melombakan tilawah dewasa, saat itu MTQ mulai dilembagakan secara nasional dan diselenggarakan setiap dua tahun sekali.
MTQ kedua diadakan di Banjarmasin pada tahun 1969, dan MTQ ketiga di Jakarta pada tahun 1970 dengan acara yang lebih meriah dan sampai sekrang. Seiring berjalannya waktu, MTQ berkembang menjadi ajang yang tidak hanya melombakan tilawah, tetapi juga cabang lain seperti Tahfizh Qur’an, Fahmil Qur’an, Syarhil Qur’an, Khattil Qur’an, dan Karya Tulis Ilmiah Al-Qur’an. Sehingga MTQ di selenggarakan dengan tujuan, (5/10/2025).
Memelihara dan meningkatkan pengetahuan serta pemahaman tentang Al-Qur’an dan Al-Hadits, menjadikan Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai pedoman hidup umat Islam, selain itu lebih penting adalah MTQ berfungsi sebagai sarana untuk mempererat silaturahmi dan kerukunan antarumat beragama.
Perayaan MTQ XI di Kabupaten Fakfak berlangsung Khidmat dan meriah. Dalam konteks MTQ XI di Kabupaten Fakfak yang Pembukaannya di laksanakan pada tanggal 1 Oktober 2025, dengan filosofi “Satu Tungku Tiga Batu” menjadi sangat relevan karena menunjukkan bahwa kegiatan keagamaan dapat menjadi ajang untuk mempererat tali silaturahmi dan toleransi antar umat beragama
Hal ini dibuktikan dengan partisipasi aktif masyarakat dari berbagai agama dalam penyelenggaraan MTQ XI, seperti penunjukan Ketua Panitia MTQ XI yang berasal dari kalangan Kristiani yakni bapak Marsianus Temongmere.
Selain itu sebagai Wujud Nyata Persaudaran yang ditanamkan sejak jaman leluhur Masyarakat Fakfak dengan Semboyan “Satu Tungku Tiga Batu”, Tidak mengurangi rasa semangat sebagai rrang Muda Katolik ikut berpartisipasi di wilayah Distrik Fakfak Timur Tengah, yang mana sebagai tuan Rumah MTQ ke Xl di Kabupaten Fakfak.
Selain itu pada saat Pembukaan tanggal 1 Oktober 2025 sebagai Tim Paduan Suara yang mengiringi pengibaran Bendera MTQ (yhmne MTQ) adalah saudara-saudara Kristiani asal Kampung Wayati. Ini menunjukkan bahwa di Masyarakat Kabupaten Fakfak sampai sekarang masih kental dengan kebersamaan dan kerja sama antar umat beragama dalam mencapai tujuan bersama.
Sehingga Tema Perayaan MTQ XI ini Adalah Merajut Harmoni dalam Keberagaman melalui Pemahaman Nilai-Nilai Al-Qur’an, juga merefleksikan semangat “Satu Tungku Tiga Batu”, yang menjadi lambang kerukunan masyarakat Fakfak.
Filosofi ini mencerminkan persaudaraan antarumat beragama, di mana Katolik, Protestan, dan Islam hidup berdampingan dalam harmoni.
Pada sela-sela Pembukaan, Sambutan Kepala Distrik Fakfak Timur Tengah, Marthen Ronald Wouw, menyambut hangat tamu-tamu penting, termasuk Bupati Fakfak Samaun Dahlan S.Sos, M.AP, beserta Rombongan dan Sekda Provinsi Papua Barat, (Bapak Drs. H. Ali Baham Temongmere, MTP) yang juga sebagai anak asli Kampung Kotam (tempat Pelaksanaan MTQ XI) yang terletak di Distrik Fakfak Timur Tengah Kabupaten Fakfak.
Filosofi di balik Panggung MTQ XI Kabupaten Fakfak adalah “Satu Tungku Tiga Batu”, yang melambangkan kebersamaan dan toleransi antarumat beragama, khususnya antara Islam, Katolik, dan Kristen Protestan. Filosofi ini menunjukkan bahwa masyarakat Fakfak memegang teguh nilai-nilai kebersamaan dan toleransi dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam kegiatan keagamaan seperti MTQ.
Makna Filosofi “Satu Tungku Tiga Batu” Kebersamaan : Filosofi ini menekankan pentingnya kebersamaan dan kerja sama antarumat beragama dalam mencapai tujuan bersama.
Toleransi : “Satu Tungku Tiga Batu” juga menggambarkan toleransi yang tinggi antarumat beragama di Fakfak, di mana setiap individu dapat menjalankan keyakinannya dengan damai dan harmonis.
Kerukunan : Filosofi ini menjadi simbol kerukunan masyarakat Fakfak, yang mampu menjaga harmoni dan kedamaian meskipun memiliki perbedaan agama.
MTQ XI Kabupaten Fakfak dengan bingkai satu tunggu tiga batu dalam perspektif Pendidikan
Ketika berbicara tentang moderasi beragama, sejatinya kita sedang belajar dari kebijaksanaan lokal seperti Satu Tungku Tiga Batu. Dari timur Nusantara, Fakfak memberi pesan universal peradaban akan kokoh hanya jika kita saling menopang, saling menghargai, dan saling mencintai dalam perbedaan.
Tentu saja, tantangan tetap ada. Arus globalisasi, derasnya media sosial, dan menguatnya politik identitas bisa perlahan licin dan hilang harmoni yang selama ini dirawat dengan penuh cinta. Generasi muda berisiko melupakan kearifan lokal jika tidak dikenalkan sejak dini. Di sinilah pentingnya menjadikan Satu Tungku Tiga Batu bukan hanya cerita turun-temurun, tetapi juga inspirasi nyata dalam pendidikan formal maupun nonformal. Karena Pendidikan tidak hanya berfungsi sebagai pusat transfer ilmu, melainkan juga menjadi laboratorium sosial tempat falsafah Satu Tungku Tiga Batu dihidupkan dalam proses akademik.
Inilah resep sederhana namun mendalam. Harmoni, toleransi, dan cinta yang lahir dari Fakfak sebuah warisan lokal yang sangat relevan bagi Indonesia yang majemuk. Dari timur Nusantara, Fakfak mengingatkan kita bahwa kekuatan bangsa tidak hanya terletak pada sumber daya alam atau angka-angka pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pada pengembangan Sumber Daya Manusia.
Karena dalam pelaksanaan MTQ, selain melombakan Tilawah, juga tedapat tampilan-tampilan pengetahuan lain yang di lombakan seperti Tahfizh Qur’an, Fahmil Qur’an, Syarhil Qur’an, Khattil Qur’an, dan Karya Tulis Ilmiah Al-Qur’an, dengan beberapa mata lomba di atas MTQ (Musabaqah Tilawatil Quran) memiliki peran penting dalam Pendidikan anatra lain; membentuk karakter, meningkatkan pemahaman agama, sarana Pembelajaran, meningkatkan Kreativitas dan Membangun Kerukunan.
MTQ XI di Kabupaten Fakfak dalam bingkai “Satu Tungku Tiga Batu” merupakan perwujudan toleransi dan kerukunan antarumat beragama dalam perspektif pendidikan. Filosofi “Satu Tungku Tiga Batu” ini menjadi simbol kehidupan masyarakat Fakfak yang sangat menghargai kebersamaan dan toleransi.
1. Mewakili kebersamaan dan kerja sama antarumat beragama dalam mencapai tujuan bersama.
2. Menggambarkan toleransi tinggi antarumat beragama di Fakfak, di mana setiap individu dapat menjalankan keyakinannya dengan damai dan harmonis.
3. Menjadi simbol kerukunan masyarakat Fakfak yang mampu menjaga harmoni dan kedamaian meskipun memiliki perbedaan agama.
Maka MTQ XI di Kabupaten Fakfak dapat menjadi contoh bagi masyarakat luas tentang pentingnya toleransi dan kerukunan antarumat beragama. Dengan memahami dan mengamalkan filosofi “Satu Tungku Tiga Batu”, masyarakat dapat menciptakan lingkungan yang harmonis dan damai, sehingga proses pendidikan dapat berjalan dengan lebih efektif.
MTQ XI Kabupaten Fakfak dengan bingkai satu tunggu tiga batu dalam perspektif Sosial budaya.
MTQ (Musabaqah Tilawatil Quran) memiliki dampak positif pada sosial budaya lokal, seperti:
Meningkatkan Kerukunan dan Toleransi: MTQ menjadi sarana untuk memperkuat kerukunan dan toleransi antarumat beragama, serta mempromosikan nilai-nilai Islam yang damai dan inklusif, Melestarikan Budaya, Meningkatkan Ekonomi Lokal, Menguatkan Identitas Budaya:
MTQ dapat mengukuhkan identitas budaya suatu daerah, seperti identitas Cilegon sebagai Budaya Satu Tungku Tiga Batu, serta Sarana Pembinaan Mental dan Spiritual: MTQ menjadi sarana pembinaan mental dan spiritual masyarakat, serta membumikan nilai-nilai Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari.
Di sinilah letak keunikan Fakfak. Nilai kebersamaan tidak berhenti pada tataran slogan, tetapi hidup dalam keseharian warganya. Ketika ada pesta adat, doa syukuran, hingga acara keluarga, semua pihak hadir tanpa melihat perbedaan keyakinan. Adat memberi ruang untuk semua, agama meneguhkan moral, sementara pemerintah menjadi penyangga keteraturan. Perpaduan ini menjadikan Satu Tungku Tiga Batu lebih dari sekadar kearifan lokal; ia menjadi mekanisme sosial yang terbukti menjaga kedamaian di tengah perbedaan.
MTQ XI di Kabupaten Fakfak dalam bingkai “Satu Tungku Tiga Batu” merupakan perwujudan harmoni dan kerukunan antarumat beragama dalam perspektif sosial budaya. Filosofi ini menjadi simbol kehidupan masyarakat Fakfak yang sangat menghargai kebersamaan dan toleransi. Maka dengan momen pelaksanaan MTQ ini dapat menjadi contoh bagi masyarakat luas tentang pentingnya toleransi dan kebersamaan dalam kehidupan sosial budaya, dengan mengamalkan filosofi “Satu Tungku Tiga Batu”, masyarakat dapat menciptakan lingkungan yang harmonis dan damai.
Selain itu, MTQ XI di Kabupaten Fakfak dalam bingkai “Satu Tungku Tiga Batu” memiliki makna yang mendalam dalam perspektif pembangunan, terutama dalam membangun kerukunan dan toleransi antarumat beragama. Filosofi “Satu Tungku Tiga Batu” sendiri merupakan simbol kehidupan masyarakat Fakfak yang sangat menghargai kebersamaan dan toleransi.
Maka dapat membangun dan memperkuat kerukunan dan toleransi antarumat beragama sebagai fondasi pembangunan dalam jangka abadi, meningkatkan kesadaran Masyarakat, dengan mengembangkan sikap saling menghormati dan menghargai perbedaan sebagai kunci keberhasilan pembangunan dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan dengan semangat gotong royong dan kebersamaan. Sehingga MTQ XI di Kabupaten Fakfak dengan filosofi “Satu Tungku Tiga Batu” dapat menjadi contoh bagi daerah lain dalam membangun kerukunan dan toleransi antarumat beragama.
Dengan memahami dan mengamalkan filosofi ini, masyarakat dapat menciptakan lingkungan yang harmonis dan damai, sehingga pembangunan dapat berjalan dengan lebih efektif. Motivasi terbesar dan mendalam dalam pelaksanaan MTQ XI kabupaten Fakfak ini adalah bahwa tidak semata diukur angka dan nilai setiap mata lomba pada setiap peserta, tetapi dari seberapa jauh momen ini bisa membentuk generasi yang berilmu, berakhlak, dan berbudi luhur sesuai perkembangan zaman.
Semoga Generasi pada pelaksanaan MTQ inilah yang kelak menjaga Indonesia tetap kokoh dalam keberagaman. Semoga MTQ terus melangkah maju, menebarkan cahaya ilmu, merawat falsafah Satu Tungku Tiga Batu, dan menjadi teladan dalam menghadirkan suasana pendidikan yang bermutu, dan berakar pada budaya lokal, (*).







