Scroll untuk baca artikel
Ngakak

“Viral Dulu, Daftar HAKI Belakangan? Lah, Kok Kebalik!”

×

“Viral Dulu, Daftar HAKI Belakangan? Lah, Kok Kebalik!”

Sebarkan artikel ini

BANYAK brand lokal di Indonesia udah viral duluan di medsos, tapi lupa daftar HAKI merek dagang buat lindungi karyanya. Lah, kok kebalik?. Harusnya daftar dulu baru pamer karya ke dunia, soalnya tanpa HAKI, ide bisa dijiplak orang seenaknya, dan yang punya malah gigit jari. Kementerian Ekonomi Kreatif pun sekarang lagi gencar banget ngajak pelaku fesyen buat sadar pentingnya punya identitas brand dan perlindungan hukum biar nggak kejebak kasus “nama dipake orang.”

“Jahitlah mimpimu sebelum dijahit orang lain,” langsung deh jadi konten estetik.

Tapi sayangnya, banyak yang lupa yang dijahit ternyata bukan cuma baju, tapi juga peluang dijiplak orang.
Saking semangatnya bikin brand, urusan HAKI malah kayak benang lepas di ujung kain penting, tapi nggak kelihatan.

Nah, di sinilah Kementerian Ekraf/Bekraf RI masuk.
Mereka kayak “penjahit senior” yang ngingetin anak-anak muda fesyen biar nggak cuma mikirin motif, tapi juga merek dan perlindungan hukumnya.

Soalnya, katanya Direktur Fesyen Romi Astuti, “Kalau DNA brand nggak kuat, dan HAKI nggak diurus, siap-siap aja ide kamu dipakai orang lain yang lebih cepat daftar”.

Contohnya lucu juga,  ada Batik Marunda, ibu-ibu dari Rusunawa Jakarta Utara, yang awalnya cuma fokus bikin batik pesisir warna-warni.

Sekarang? Mereka bukan cuma pinter nyanting, tapi juga paham arti “legalitas”.
Katanya, “Dulu mikirnya batik itu soal motif. Sekarang tahu, merek juga bisa jadi motif rezeki”.

Dari situ, peserta lain juga mulai sadar harga produk itu bukan sekadar “modal kain plus ongkos jahit”, tapi hasil dari peluh, pikiran, dan karakter merek yang mereka bangun.

Atau kata salah satu peserta “Ternyata nentuin harga bukan kayak jual gorengan ya, Bang. Ada ilmunya!”

Begitulah, dunia fesyen bukan cuma soal gaya, tapi juga daya tahan ide, karena kalau karya kita cuma viral tanpa legal, siap-siap aja viralnya pindah tangan.

Dan seperti pepatah Jawa bilang, “Sopo sing nandur, ngunduh”. Siapa yang menanam, dia yang memanen 
asal jangan lupa sertifikat tanahnya diurus dulu.

Jadi kreatif itu keren, tapi jadi kreatif dan terlindungi itu lebih keren lagi. Soalnya, di dunia yang serba cepat ini, yang menang bukan cuma yang pertama bikin, tapi yang pertama ngurus legalitasnya.[***]