Scroll untuk baca artikel
Ngakak

“Misi Prabowo, Perang Kilat TBC Lewat Jalur Napas, Tinggal Hirup Langsung Tahan Banting”

×

“Misi Prabowo, Perang Kilat TBC Lewat Jalur Napas, Tinggal Hirup Langsung Tahan Banting”

Sebarkan artikel ini

PEMERINTAH Indonesia meluncurkan jurus baru yang bikin dunia mengangkat alis sambil berkata, “Wow… Indonesia makin canggih” Presiden Prabowo memerintahkan perang kilat melawan TBC, tapi bukan perang pakai tank atau drone.

Perang kali ini menggunakan jalur pernapasan. Serius..!? senjatanya bukan peluru, tapi vaksin TBC inhalasi vaksin yang tinggal dihirup, seperti mengendus aroma nasi goreng tengah malam.

Selama ini banyak orang merinding ketika melihat jarum suntik. Ada yang sok berani, padahal lututnya goyang seperti kipas angin 3-in-1. Nah, vaksin inhalasi ini datang sebagai penyelamat martabat Nasional. Tinggal tarik napas, dan sistem imun langsung bangun seperti alarm subuh.

Biasanya negara lain memamerkan inovasi duluan, baru kita ikut nimbrung. Tapi kali ini beda. Indonesia meluncurkan vaksin TBC inhalasi pertama di dunia. Dunia kaget, mirip ekspresi orang yang baru tahu harga cilok sekarang bisa bayar QRIS.

Teknologinya bekerja langsung di paru-paru. TBC menyerang paru, kita balas lewat paru. Logikanya sederhana, tapi cerdas. Ibarat maling masuk lewat jendela, kita pasang satpam tepat di jendelanya, bukan di dapur.

Peneliti menyebutnya respon imun lokal. Pembaca kampung menyebutnya “nendang TBC langsung di sarangnyo”. Mana yang penting? Dua-duanyo.

Prabowo memberi target tegas, TBC harus turun drastis. Pemerintah tidak mau berpikir lama. Mereka menggerakkan Wamenkes dr. Benny, para peneliti, rumah sakit, industri farmasi, dan semua pihak yang bisa diajak gotong royong.

Prof. Erlina memimpin penelitian seperti komandan pasukan khusus. RS Persahabatan dan RS Islam Cempaka Putih ikut membantu. Etana dan CanSino ikut bergabung. Pokoknya ini bukan riset rumahan, tapi riset kelas dunia yang penuh disiplin.

Saking kompaknya, riset ini mirip resep masakan nenek: banyak tangan yang ngaduk, tapi hasilnya tetap enak. Semua lembaga bergerak aktif, tidak ada yang cuma foto-foto lalu pulang.

Uji klinis fase 1 dimulai setelah izin etik dan izin BPOM turun. Semua proses berjalan tertib seperti antre sembako, tapi tanpa teriakan “ayo geser!”.

Sebanyak 36 relawan ikut serta. Mereka menjalani pemeriksaan, menerima vaksin inhalasi, dan menjalani pemantauan panjang sampai 180 hari. Tesnya lengkap, termasuk prosedur yang kedengarannya ngeri tapi sebenarnya aman.

Pahlawan napas

Para relawan layak disebut “pahlawan napas”. Mereka berani masuk riset, padahal kebanyakan orang masuk angin saja sudah heboh satu keluarga.

Kalau ditanya apa yang membuat vaksin inhalasi ini menarik, jawabannya mudah, tidak ada jarum suntik,  bahagia nasional meningkat. Langsung masuk paru, lebih cepat bekerja dan Indonesia jadi pelopor karena dunia mulai nanya, “Indonesia makan apa kok makin hebat?”.

Dari sudut pandang strategi, ini langkah jitu. Pemerintah ingin menyetop TBC sebelum 2030. Kalau perang ini berhasil, Indonesia tidak hanya mengalahkan TBC, tapi juga mengalahkan stigma bahwa kita selalu “pengekor teknologi”.

Kali ini kita bukan ekor, tapi kepala. Bukan pengikut, tapi pembuka jalan.

Pepatah bilang, “Rumah bagus dimulai dari pondasi”

Perang kilat TBC dimulai dari satu hirupan.

Vaksin TBC inhalasi membuka babak baru dalam sejarah kesehatan Indonesia. Pemerintah menyerang TBC lewat jalur yang paling logis, jalur napas. Langkah ini bukan hanya cerdas, tapi juga efisien. Indonesia tampil bukan hanya sebagai negara pengguna inovasi, tapi produsen inovasi.

Kita memulai perang yang tidak mengeluarkan peluru, tapi bisa menyelamatkan jutaan nyawa. Itulah perang yang pantas dibanggakan.

Berubah itu perlu. Kadang solusi besar dimulai dari hal sederhana, seperti tarik napas.

Kalau ada cara baru yang lebih baik, jangan ragu untuk mencobanya. Masa depan itu bukan ditunggu, tapi dihirup.

Jadi, Indonesia mengirim pesan ke dunia, kita bisa, dan kita siap memimpin. Vaksin TBC inhalasi jadi bukti bahwa bangsa ini tidak kehabisan ide. Kita tinggal hirup teknologi baru ini, dan biarkan harapan tumbuh di dalam dada.

Kalau dulu kita cuma bangga dengan bulutangkis, sekarang kita bangga dengan paru-paru juga.[***]