Scroll untuk baca artikel
Hukrim

Terpidana Korupsi M Ridho Bongkar Skenario Jahat di Sidang Kasus Internet Desa Muba

×

Terpidana Korupsi M Ridho Bongkar Skenario Jahat di Sidang Kasus Internet Desa Muba

Sebarkan artikel ini

BERITAPRESS.ID, PALEMBANG | Sidang lanjutan perkara perintangan penyidikan dalam kasus dugaan korupsi proyek Internet Desa di Kabupaten Muba ini yang menyeret dua orang Terdakwa yakni Maulana dan Muhzen, yang diduga secara aktif berperan menghalang-halangi proses hukum penyidikan korupsi pengadaan dan pengelolaan jaringan internet desa di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba).

Sidang kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Klas IA Khusus Palembang, Kamis (11/9/2025) dengan agenda menghadirkan saksi M.Ridho Andrian alias Dodo yang merupakan terpidana dalam perkara korupsi internet desa di Muba.

Diruang sidang, majelis hakim Kristanto Sahat SH MH, dihadiri Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel, serta menghadirkan saksi M.Ridho Andrian alias Dodo ini sebelumnya telah divonis selama 3 tahun penjara dan juga kini masih menempuh kasasi.

Dalam persidangan M.Ridho Andrian alias Dodo membeberkan fakta mencengangkan, bahwa adanya skenario jahat untuk mengaburkan fakta, bahkan sampai melibatkan upaya ancaman membuka aib pribadi demi membungkam salah satu pihak yang terjerat, yakni Riduan, saksi mengungkap pernah diajak bertemu dengan terdakwa Maulana di sebuah rumah makan “Pempek Candy” Palembang.

“Kami diarahkan supaya keterangan sama dengan BAP Richard Cahyadi, seolah-olah uang Rp 7 miliar dari proyek internet desa itu hanya dinikmati oleh Pak Riduan,” terang Dodo saat memberikan keterangan di ruang sidang pengadilan.

M.Ridho juga membeberkan, terkait adanya perintah dari atasannya, Arif, yang menugaskannya mencari informasi soal dugaan perselingkuhan Riduan, tujuannya adalah agar Riduan bungkam, tidak banyak bicara, dan bersedia menuruti skenario yang telah disusun.

“Tentu, kalau ketahuan aib pribadinya, otomatis dia (Riduan) tidak bisa melawan arus rekayasa ini,” tegasnya.

M. Ridho juga menjelaskan, bahwa dirinya pernah diminta membuat rekapan palsu mengenai aliran dana proyek internet desa, rekapan tersebut, menurutnya, sepenuhnya rekayasa dan berbeda dari catatan yang sebenarnya.

“Rekapan yang kami buat itu palsu, rekapan asli ada di Pak Riduan, yang saat itu masih berstatus buron,” tegasnya.

M. Ridho juga menyebut, bahwa dirinya sempat dijanjikan oleh terdakwa Maulana agar tidak dijadikan tersangka, asalkan mau mengikuti alur skenario yang sudah ditentukan, namun pada akhirnya dirinya tetap terseret dan kini mendekam di penjara.

Dalam dakwaan JPU, kedua terdakwa telah menyusun strategi dengan cara memanipulasi keterangan saksi-saksi serta membuat dokumen palsu, sehingga penyidikan yang dilakukan aparat penegak hukum tidak sesuai dengan fakta sebenarnya.

Akibatnya, proses pengungkapan kasus besar ini yang menyeret terpidana Richard Cahyadi Cs menjadi terhambat.

Perbuatan para terdakwa ini jelas masuk kategori perintangan penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 20 atau Pasal 21 UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Meski ancaman hukuman cukup berat, menariknya kedua terdakwa, baik Maulana maupun Muhzen, yang masing-masing didampingi penasihat hukumnya, memilih tidak mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan yang dibacakan.

Hal ini menandakan bahwa sidang akan segera berlanjut ke tahap pembuktian, di mana majelis hakim akan kembali menggali lebih dalam kebenaran fakta-fakta yang terungkap.

Kasus perintangan penyidikan ini menjadi salah satu sorotan utama publik, karena memperlihatkan bagaimana praktik rekayasa hukum kerap dilakukan dalam upaya menyelamatkan pelaku tindak pidana korupsi.

Laporan : Arman