BERITAPRESS, ID FAKFAK/Islam telah hadir di Tanah Papua selama 665 tahun. Peristiwa bersejarah ini diperingati secara khusus pada Jumat (8/8/2025) dalam sebuah upacara yang sarat makna di Kabupaten Fakfak, Papua Barat.
Kajian mendalam dan bukti sejarah menunjukkan bahwa Islam pertama kali masuk ke Papua melalui Kampung Gar, Distrik Rumbati, Fakfak, pada 8 Agustus 1360 M.
Dalam sambutannya, Bupati Fakfak Samaun Dahlan menegaskan bahwa penyebaran Islam di Indonesia, termasuk Papua, dilakukan secara damai dan tidak dengan paksaan. Nilai-nilai Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW di Makkah sejak turunnya wahyu pertama (QS. Al-‘Alaq ayat 1-5), diteruskan oleh para mubalig ke berbagai penjuru dunia, termasuk Nusantara dan Papua, dengan semangat “Rahmatan Lil Alamin” membawa rahmat bagi seluruh alam.
Sejarah Islam di Indonesia: Dari Arab ke Nusantara
Menurut Bupati, sejarah kedatangan Islam di Indonesia memiliki berbagai versi. Sebagian ahli menyebutkan Islam masuk pada abad ke-7 M berdasarkan catatan Al-Mas’udi dan penjelasan Syed Naquib Al-Attas. Ada juga yang mendasarkan pada penemuan makam Fatimah binti Maimun di Gresik bertahun 1082 M, sementara pendapat lain mengacu pada catatan Marcopolo tahun 1292 M tentang keberadaan Kerajaan Islam Perlak di Aceh.
Namun, yang tidak terbantahkan adalah bahwa para pedagang Muslim dari Arab, Persia, India, hingga Tiongkok berperan penting dalam proses Islamisasi. Mereka menyebarkan Islam sambil berdagang dan tinggal sementara di pesisir sambil menunggu musim angin. Proses ini memunculkan interaksi budaya dan agama yang memperkuat penyebaran Islam secara alami dan damai.
Fakfak, Pintu Masuk Islam ke Tanah Papua
Fakfak dikenal sebagai pintu gerbang awal masuknya Islam ke Papua. Islam dibawa oleh mubalig bernama Syech Abdul Ghofar, yang menyebarkan dakwahnya sejak tahun 1360 M melalui Rumbati, atau yang dahulu dikenal dengan sebutan Wanen atau Woni.
Yang menarik, kedatangan Islam di Fakfak tidak menggusur adat istiadat lokal. Sebaliknya, Islam memperkuat dan berjalan beriringan dengan tradisi setempat. Konsep toleransi dan kerukunan di Fakfak yang dikenal dengan “Satu Tungku Tiga Batu” (Ido Ido Manina Jojor) menjadi bukti nyata bahwa perbedaan agama bukan penghalang untuk hidup berdampingan.
“Sebagai contoh, dalam pembangunan gereja, ketua panitianya bisa seorang Muslim. Sebaliknya, saat pembangunan masjid, ketuanya bisa dari umat Nasrani,” ujar Bupati Fakfak.
Harapan untuk Generasi Mendatang
Bupati Samaun Dahlan mengapresiasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Fakfak dan semua pihak yang telah melakukan kajian mendalam tentang sejarah Islam di Papua. Ia berharap peringatan masuknya Islam ke Tanah Papua dapat terus dilestarikan setiap tahun, sebagai pengingat akan pentingnya nilai kerukunan, perdamaian, dan toleransi yang diwariskan oleh para pendakwah terdahulu.
“Kita ingin Fakfak menjadi ikon peradaban yang menjunjung tinggi kerukunan dan cinta kasih dalam bingkai keberagaman,” pungkasnya, (IB).