Ngakak

“Pemanfaatan Ruang Laut Ilegal, Kok Bisa Ngalor-ngidul Begini?”

×

“Pemanfaatan Ruang Laut Ilegal, Kok Bisa Ngalor-ngidul Begini?”

Sebarkan artikel ini

ADA pepatah bilang, “Air tenang menghanyutkan,” ternyata laut juga bisa bikin gemas kalau ada orang main curang. Bayangkan, di Sulawesi Tenggara, ada beberapa perusahaan yang nekad memanfaatkan ruang laut tanpa izin, ya… beneran tanpa PKKPRL, tanpa izin reklamasi, pokoknya izin mereka kayak baju tanpa kancing, tinggal digantung di lemari doang.

KKP, yang biasanya kalem tapi sakti, akhirnya turun tangan. Tim Polsus PWP3K langsung nyetop aktivitas dua perusahaan di Konawe Selatan PT. TMN seluas 3,7 hektar dan PT. GBU seluas 0,7 hektar.

Kalau dihitung-hitung, kayak dapet bonus tanah gratis di laut, sayangnya, ilegal, bro. Dua hari kemudian, giliran PT. DMS di Konawe Utara kena hentikan sementara karena ngotot main laut seluas 5,9 hektar, sambil ngelawan aturan reklamasi.

Pung Nugroho Saksono, Direktur Jenderal PSDKP, KKP dalam rilis resmi di laman baru-baru ini, langsung terjun ke lokasi, kayak superhero laut, tapi pakai baju dinas dan sepatu bot.

Katanya, kegiatan ketiganya jelas melanggar ketentuan, dan kalau dibiarkan, laut bisa tersiksa lebih parah daripada ikan yang salah masuk kulkas es batu.

Kalau dipikir-pikir, masyarakat juga nggak mau diem-diem aja. Banyak pengaduan masuk soal kegiatan yang nggak berizin ini. Bisa dibilang, warga setempat kayak satpam laut gratis, siap melaporkan maling laut. Tanpa mereka, mungkin KKP baru tahu setelah lautnya berubah jadi kolam reklamasi tanpa izin serem, kan?

Sementara itu, tindakan tegas ini bukan sekadar gertak sambal. Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 30 Tahun 2021, Polsus PWP3K berhak menghentikan kegiatan ilegal.

Jadi, kalau ada perusahaan yang merasa bisa santai di laut tanpa izin, berarti mereka belum baca PMK terbaru, atau memang senang bermain petak umpet dengan hukum.

“Kalau sudah ada izin, patuhi luas dan aturan yang berlaku,” tegas Ipunk, panggilan akrab Pung Nugroho Saksono.

Bayangkan, izin itu seperti SIM punya, tapi kalau ngebut di jalan, ya tetap bisa kena tilang. Bedanya, di laut, kalau nggak patuh, yang rugi bukan cuma dompet, tapi ekosistem. Terumbu karang bisa meringis, ikan-ikan bisa kabur, dan nelayan kecil bisa bete berat.

Tapi, jangan salah sangka. Cerita ini bukan cuma tentang peraturan dan tilang-tilangan. Ini soal keberlanjutan. Kalau semua orang seenaknya main reklame di laut, laut berubah jadi megaproyek instan tanpa jeda. Ikan jadi kayak artis stres, karang kayak rumah yang terus digali, dan kita? Hanya bisa ngelus dada sambil bilang, “Ya ampun, lautku kemana?”

Pertanyaannya, kenapa masih ada yang nekat? Bisa jadi karena mereka lupa pepatah lama “Yang menanam benih kerusakan, menuai badai protes” atau memang berpikir laut ini tak berpenghuni, kayak warung tutup tengah malam. Padahal, laut selalu punya mata-mata ikan, terumbu karang, dan masyarakatnya sendiri.

Langkah KKP ini, dengan hentian sementara, jelas bukan main-main. Ini bentuk KKP bilang, “Hei, jangan coba-coba!”. Tindakan tegas ini juga memberi pesan ke perusahaan lain, izin itu bukan hiasan dinding kantor, tapi kewajiban mutlak. Sama seperti pepatah orang tua, “Kalau mau main air, jangan lupa pakai pelampung”.

Dan jangan lupa humor lautnya, kalau ada perusahaan yang pikir bisa lolos, bisa jadi mereka bakal ketemu ‘pelampung berupa sanksi administratif, denda, atau pemeriksaan mendalam. Pokoknya, kalau di laut ada maling, KKP siap jadi satpamnya tanpa kompromi.

Kesimpulannya, kejadian di Sultra ini menunjukkan tiga hal, pertama, masyarakat punya peran penting sebagai pengawas, dua, KKP tak main-main soal pemanfaatan ruang laut, dan tiga, perusahaan yang seenaknya main air tanpa izin harus siap menerima konsekuensi. Laut itu bukan cuma tempat kerja atau reklamasi instan, tapi rumah bagi ekosistem dan generasi mendatang.

Jadi, kalau ada yang masih bertanya, “Kenapa KKP begitu galak?” jawabannya jelas, karena laut ini bukan taman hiburan pribadi. Kalau mau bermain, patuhi aturan; kalau melanggar, siap-siap kena hentikan. Ingat pepatah lama. “Air tenang jangan disangka tak berombak, laut pun jangan dikira tak ada polisi”.

Jadi pemanfaatan ruang laut harus sesuai aturan, atau siap kena hentikan! Kalau tidak, laut bisa ngomel, masyarakat bisa marah, dan ikan-ikan bisa selfie sambil ilfil.[***]