BERITAPRESS.ID, PALEMBANG | Membangun kecerdasan dan kearifan peserta didik di sekolah, tak cukup hanya diberikan materi akademik saja.
Ketua pelaksana program Al Furqon Fantastic Competition 2025 Desriansyah STP, mengatakan bahwa pihak sekolah membutuhkan ruang kreativitas pengembangan belajar. Apa itu?
“Yah, kita bisa memberikan ruang kompetisi belajar tentang sastra dan pertandingan olahraga,” ujar Desriyansyah kepada media ini, Senin, 8 September 2025.
Menurut dia, Yayasan Pendidikan Al Furqon Palembang setiap tahun selalu menggelar kompetisi olahraga dan lomba membaca puisi, lomba dongeng, serta aktivitas bidang seni lainnya.
Al Furqon Fantastic Competition 2025, kata Desriansyah, melibatkan peserta dari Kota Palembang dan peserta dari sejumlah daerah di Sumatera Selatan.
Dari tingkat sekolah dasar, katanya, terdapat 468 peserta, sedangkan dari SMP diikuti 616 peserta.
“Artinya, dari tingkat SD terdapat 16 cabang lomba. Sedangkan untuk SMP ada 23 cabang lomba yang diikuti siswa-siswi dari berbagai daerah. Kami sangat bangga dengan perkembangan yang terjadi,” tukas Desriyansyah.
Sementara itu, dari pantauan wartawan media ini di lapangan, kemampuan peserta lomba baca puisi tingkat sekolah dasar tahun ini, ternyata lebih berkualitas dibanding tahun lalu.
“Ini sangat membanggakan kami. Tampaknya, kemampuan peserta tahun ini, mampu memahani isi puisi yang mereka baca, sehingga suasana bacaan mereka benar-benar hidup,” tukas Desriansyah.
Sementara itu, menurut juri lomba baca puisi dari Yes’R Entertainment Suci Citra Resmitha SE, tiap peserta memang benar-benar memahami isi puisi yang mereka baca.
Dari empat kriteria yang dinilai, secara interpretatif, pemahaman anak-anak peserta lomba itu sangat mengena ke nilai isi.
“Dari gambaran ekspresi wajah mereka saat membaca puisi, ritme yang diungkap sangat mengagumkan juri,” ujar Suci yang akrab disapa Kak Uci itu, tersenyum.
Kak Uci juga menjelaskan bahwa hakikat puisi dapat dibagi menjadi empat komponen. Empat komponen itu terdiri dari feeling, atau nilai rasa.
“Dari pemahaman rasa inilah pada akhirnya kita memperoleh nilai arti di dalam kalimat puisi yang kita baca,” ujarnya.
Pada awalnya, kata Uci, tiap orang akan membangun definisi mendalam untuk memahami isi puisi. Namun secara feel of poe tidak pernah ada definisi yang benar-benar memuaskan hakikat perasaan kita.
“Maka itu konsepsi pemahaman tentang puisi antarsatu pembaca itu berbeda-beda. Hanya penyairnya saja yang paling memahami konsep isi dari daya cipta puisinya sendiri,” urai Kak Uci. (*)
Laporan Anto Narasoma