Scroll untuk baca artikel
Sastra

Komunitas Seni Kuflet Meluncurkan Negeri Bencana, Kronik Puitis tentang Bencana

×

Komunitas Seni Kuflet Meluncurkan Negeri Bencana, Kronik Puitis tentang Bencana

Sebarkan artikel ini

BERITAPRESS, PADANG PANJANG | Indonesia. Dampak memilukan dari tsunami Banda Aceh 2004, yang pernah mengguncang dunia, dihidupkan kembali melalui video berdurasi empat menit saat peluncuran antologi puisi Negeri Bencana. Visual tragis dari bencana tersebut, disertai dengan letusan gunung berapi, banjir bandang, tanah longsor, dan siklon, menggugah emosi mendalam, menciptakan momen refleksi yang khidmat.

Acara mengharukan ini diselenggarakan oleh Komunitas Seni Kuflet di Padang Panjang pada Sabtu, 28 Desember 2024. Peluncuran ini merayakan penerbitan antologi kolaboratif yang menampilkan 100 penyair dari seluruh Indonesia. Program dimulai dengan penandatanganan sampul buku secara seremonial oleh para pemimpin Kuflet, kurator, kontributor, dan tamu undangan.

Seruan Sastra untuk Kesadaran
Riska Lovani Akbar, Ketua Komunitas Seni Kuflet, menggambarkan antologi ini sebagai respons tulus terhadap bencana alam yang telah melukai Indonesia dalam beberapa dekade terakhir.

“Gagasan proyek ini lahir dari kepedulian bersama. Kami mulai mengundang kiriman puisi pada 15 Juni 2024, bekerja sama dengan Majalah Digital Elipsis. Dari 250 kiriman, kami memilih 100 puisi dari 157 penyair,” jelas Riska, dengan senyum yang mencerminkan kebanggaan dan kesungguhan.

Ia menambahkan bahwa antologi ini berfungsi sebagai suara pemersatu, menggema duka dan ketahanan rakyat Indonesia dari Aceh hingga Maluku. “Para penyair ini mewakili semangat empati, berbicara untuk seluruh pelosok nusantara, dari Sabang hingga Merauke.”

Menyelami Kekuatan Puisi
Diskusi mendalam pun menyusul, dimoderatori oleh Muhammad Subhan, seorang penulis dan pendiri Elipsis. Panel menampilkan tiga pembicara terkemuka: Dr. Sahrul N., akademisi dan kritikus seni; Adri Sandra, penyair ternama; dan Dr. Sulaiman Djuned, dramawan dan sutradara teater.

Dr. Sahrul memuji kemampuan antologi ini untuk melampaui sekadar dokumentasi, menggunakan ekspresi puitis untuk mengenang tragedi. “Puisi-puisi ini lebih dari sekadar catatan kehancuran—mereka adalah jembatan ke jiwa, membangkitkan emosi, menumbuhkan empati, dan memberikan pelajaran bagi generasi mendatang,” ujarnya.

Ia membagikan keterkaitan pribadinya dengan tema ini, mengenang gempa bumi 2009 di Padang Pariaman yang mengubur desanya di bawah tanah longsor. “Ada ‘keindahan’ paradoks dalam karya-karya ini—keindahan dalam arti bahwa para penyair ini telah mengubah rasa sakit menjadi seni yang mendalam,” tambahnya.

Adri Sandra menganalisis tiga puisi unggulan: Surat Cinta dari Sangkala 1 oleh Acep Syahril, Surat dari Blang Mancung oleh LK Ara, dan Surat untuk Palu dan Donggala oleh Rico Fernando. “Karya-karya ini tidak hanya mengungkap kekuatan ilahi di balik bencana alam, tetapi juga keterlibatan manusia,” jelasnya.

Puisi Rico Fernando, kata Adri, membawa pembaca begitu dalam ke dalam kekacauan Palu dan Donggala sehingga terasa seperti berada di pusat bencana tersebut. “Ini bukan sekadar penulisan yang mahir—ini adalah undangan untuk merasakan rasa sakit, belas kasih, dan urgensi dari peristiwa-peristiwa ini,” tambahnya.

Dr. Sulaiman Djuned menekankan tradisi Kuflet dalam memperjuangkan isu kemanusiaan melalui sastra. “Tahun lalu, Kuflet menerbitkan Cinta untuk Palestina. Tahun ini, Negeri Bencana. Kuflet kembali membuktikan relevansinya terhadap kondisi manusia,” katanya.

Penutupan yang Mengharukan
Acara mencapai puncak emosionalnya dengan monolog menggetarkan hati oleh Atika dan pembacaan puisi penuh perasaan oleh para kontributor dan tamu. Desti Mairoza, seorang penyair dari Solok yang karyanya dimuat dalam antologi ini, mengungkapkan rasa syukurnya yang mendalam karena menjadi bagian dari momen bersejarah ini.

“Ini adalah acara yang luar biasa. Merupakan kehormatan bisa berdiri di antara suara-suara yang berbakat dan penuh semangat seperti ini,” katanya.

Dalam sambutan penutupnya, Ketua Kuflet Akbar membagikan harapannya untuk dampak antologi ini: “Semoga Negeri Bencana menjadi pengingat abadi dan menginspirasi kesadaran yang lebih besar tentang keseimbangan rapuh antara manusia dan alam.”

Sastra

Penulis : Anto Narasoma orang-orangan sawah adalah kebohongan…