MAU rumah tanpa mumet? Tenang, ini bukan mimpi dan bukan juga promo pinjol yang ujungnya bikin jantung sprint tiap tanggal muda. Karena itu, Menteri Ara datang bawa jurus sakti, program KPP dan FLPP.
Tujuannya jelas biar rakyat bisa punya rumah tanpa drama cicilan, tanpa harus nyicil stres juga. Selain itu, jurus ini jadi semacam payung di tengah badai rentenir dan pinjol yang manis di depan tapi pedas di belakang. Hasilnya? Adem, aman, dan bikin rakyat bisa tidur siang tanpa takut dengar suara “tok-tok” dari debt collector.
Di tengah zaman di mana rentenir online lebih gesit dari kurir paket, Menteri Ara lewat program Kredit Program Perumahan (KPP) dan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) ngasih solusi yang bikin dahi rakyat gak perlu kerut lima lapis.
Intinya bunga rendah, proses cepat, legal, dan manusiawi.
Dulu, orang kecil yang mau punya rumah harus bersaing sama rumus bunga bank yang lebih rumit dari tugas anak SMA. Sekali salah hitung, bisa tidur di kontrakan sampai uban tumbuh. Tapi sekarang, lewat program KPP dan FLPP, rakyat bisa punya rumah tanpa ngerasa hidupnya kayak permainan monopoli yang kalah terus.
Pepatah bilang, “Kalau bisa minum air sumur sendiri, ngapain numpang di ember orang?”
Jurus Sakti Anti Ribet, nah, logika ini yang dipakai Menteri Ara, rakyat dikasih akses langsung, bukan disuruh minjem ke lintah darat yang pakai parfum legalitas tapi isinya jebakan bunga.
Acaranya bukan di hotel bintang lima, tapi di Auditorium Graha Widyatama Prof. Rubijanto Misman, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Purwokerto.
Simbolis banget karena rumah rakyat sejati lahir dari kampus, bukan kantor ber-AC.
Malam itu, Menteri Ara bukan cuma orasi. Ia bawa kabar baik, 10 pelaku UMKM di Banyumas masing-masing dapat bantuan tunai Rp10 juta dari Presiden lewat program pemberdayaan.
Kalau ekonomi kecil dikasih oksigen, mereka gak bakal butuh lagi “donor darah” dari rentenir.
Program KPP dan FLPP jadi kayak pintu darurat dari gedung bernama Pinjaman Mencekik Tower.
Begitu rakyat tahu pintu itu ada, pelan-pelan mereka keluar dari jerat bunga berbisa.
Kalau dilihat dari kacamata ekonomi, jurus Menteri Ara ini bukan cuma soal bata dan semen.
Ini soal keadilan finansial.
Karena akar dari maraknya rentenir itu sederhana akses uang formal yang susah dan berbelit.
Masyarakat butuh cepat, bank butuh syarat.
Nah, di tengah itulah rentenir nongkrong, siap menyapa dengan senyum palsu dan bunga mencekik.
KPP dan FLPP hadir menutup celah itu mempertemukan kecepatan dan keamanan dalam satu paket.
Dampaknya bisa panjang literasi keuangan naik, tingkat kepemilikan rumah tumbuh, dan ekonomi daerah menggeliat.
Ini bukan teori semata, tapi strategi ekonomi berbasis empati.
Bukan kemewahan
Coba bayangin, dulu orang kampung kalau mau bangun dapur, pinjam duit ke rentenir, bunganya kayak naik roller coaster tanpa rem.
Sekarang, lewat KPP, bunga jadi rendah, cicilan masuk akal, dan rakyat bisa senyum pas bayar.
Menteri Ara ini kayak tukang tambal ban kebijakan datang pas sistem keuangan bocor di mana-mana.
Bedanya, yang dia tambal bukan ban, tapi kehidupan rakyat kecil yang udah lama bocor harapannya.
Langkah ini nunjukin satu hal penting negara hadir gak cuma waktu kampanye, tapi juga waktu rakyat mumet cari solusi.
Menteri Ara kasih contoh kalau pemerintah bisa bantu tanpa ribet, tanpa drama, dan tanpa bunga bikin trauma.
Punya rumah itu hak dasar, bukan kemewahan.
Dan lewat kebijakan ini, rakyat kecil dikasih jalur legal untuk punya tempat tinggal tanpa harus jual martabat.
Jadi, kalau masih ada yang bilang punya rumah itu rumit, jawab aja “Itu dulu, waktu belum ada Menteri Ara”
Sekarang ada jurus anti-mumet rumah bisa dicicil tanpa drama, pinjaman tanpa jebakan, dan hidup tanpa ketakutan tiap bulan.
Hidup udah cukup mumet sama harga cabe, sinyal jelek, dan jalanan macet.
Masa punya rumah juga harus mumet?
Santai aja, Menteri Ara udah punya jurusnya.[***]

























