Scroll untuk baca artikel
Migas

Laba tak Seimbang, Pelaku Pertashop Bisa Bangkrut !

×

Laba tak Seimbang, Pelaku Pertashop Bisa Bangkrut !

Sebarkan artikel ini
Eddy Santana Putra dan Yan Najib.

PALEMBANG | Kondisi pengusaha pertamax pada kios Pertamina Shop (Pertashop) tampaknya kian hari semakin terpuruk.

Dibanding permodalan dan keuntungan per bulan, pendapatannya sangat tak sesuai dengan keadaan yang diharapkan.

Berdasarkan data yang dihimpun dari Himpunan Pertashop Merah Putih Indonesia (HPMPI), dari sekitar 448 unit Pertashop, sebanyak 201 unit di antaranya mengalami kerugian dengan tingkat yang bervariasi.

Anggota DPR RI H Eddy Santana Putra, mengatakan dampak kerugian yang dialami akibat sepinya pembeli.

“Apabila kita menginginkan adanya pemberdayaan usaha bahan bakar minyak ke masyarakat, harusnya tidak dibatasi hanya menjual pertamax saja,” ujar Eddy saat diwawancarai awak media ini, Senin (6/11/2023).

Menurut mantan Walikota Palembang dua periode tersebut, di kios Pertashop memang harus dilengkapi dengan penjualan bahan bahar minyak (BBM) lainnya, seperti Pertalite dan solar.

Dua jenis BBM ini sangat diburu masyarakat. Selain nilai harganya bisa dijangkau masyarakat menengah ke bawah, dari sisi BBM lainnya seperti pertalite, bisa dibeli secara eceran dari pedagang BBM kaki lima.

“Kalau hanya dibatasi dengan penjualan BBM untuk jenis pertamax saja, tentu sangat tidak seimbang dengan program pemberdayaan di bidang usaha penjualan BBM,” ujarnya.

Yang jelas, kata Eddy, para pedagang BBM di Pertashop akan kalah bersaing dengan pedagang minyak pertalite dari pengecer kaki lima.

Anggota DPR RI dari Partai Gerindra yang akrab disapa ESP itu berharap agar Pertamina bisa memberikan kontribusi yang lebih freksibel sehingga program pemberdayaan ekonomi kerakyatan di bidang usaha BBM dapat terpenuhi.

Menanggapi apa yang dikemukakan Eddy Santana Putra tersebut, Wakil Ketua Gerindra Sumatera Selatan H Ishak Yulian Yusuf, menjelaskan bahwa progres pemberdayaan rakyat terhadap usaha BBM di Pertashop sudah sangat baik.

Tapi yang jadi masalah adalah BBM yang dijual hanya jenis pertamax saja. Minyak jenis ini, kata Ishak Yulian Yusuf, hanya bisa dibeli orang tertentu saja, karena harganya agak lebih tinggi dibandingkan pertalite.

“Apa salahnya jika di kios Pertashop juga dijual BBM jenis pertalite dan solar. Ini tentu akan lebih baik daya jualnya,” tokoh Gerindra yang akrab disapa Yan Najib tersebut.

Menurut Yan, usaha rakyat yang digagas untuk memberdayakan ekonomi kerakyataan di bidang penjualan BBM kecil-kecilan itu patut diberikan apresiasi.

“Namun perlu adanya keseimbangan usaha yang tepat, sehingga para pengelola Pertashop tidak harus mengalami kerugian,” ucapnya.

Setelah mendapat informasi adanya sejumlah kios Pertashop yang gulung tikar, Yan sangat prihatin.

Sebab, kata Yan, besaran investasi pembangunan Pertashop bisa mencapai di kisaran Rp 570 juta.

Besaran investasi yang dikeluarkan itu tidak sebanding dengan pendapatan bersih per bulan sekitar Rp 1,2 juta.

Menurut Yan, keseimbangan antara modal awal dengan keuntungan perbulan harus menjadi pertaimbangan yang harus diperhatikan. “Jika tidak begitu, pelaku usaha BBM di Pertashop bakalan bangkrut,” tambah Yan.

Sementara itu, tokoh muda dari Partai Gerindra
Ajie Nugraha yang selalu aktif membela kepentingan masyarakat itu, mengatakan bahwa sudah waktunya kerugian yang diderita pelaku usaha BBM di Pertashop mendapat perhatian dari Pertamina.

Artinya, kata Ajie, para pelaku usaha ini perlu diberi ruang lebih luas, sehingga mereka bisa bergerak lebih leluasa.

“Dari investasi yang ditanam senilai Rp 510 juta, mereka tentu akan menghadapi berbagai tantangan yang tidak ringan. Apalagi dari info yang didapat, mereka mengalami persoalan yang harus menjadi perhatian kita,” imbuhnya.

Dengan keuntungan Rp 1,2 juta per bulan, jika perhitungan bisnisnya tidak tepat, tentu akan merugikan mereka. Sebab, katanya, biaya hidup untuk mempekerjakan seorang operator minyak di Pertashop sudah tentu akan merugikan pemodal.

Info yang diperoleh dari HPMI, anggotanya bisa menjual 200 liter pertamax perhari, atau 6000 liter setiap bulan.

“Dengan harga jual Rp 12.400 per liter, pelaku usaha bisa memperoleh laba kotor senilai Rp 5,1 juta per bulan. Ini diperoleh dari margil senilai Rp 850 per liter,” ujar Ajie.

Dengan nilai pendapatan yang nyaris menyentuh segala aspek kendala yang ada, katanya, jika tak memperhatikam aspek penunjang, maka pelaku usaha bakal gulung tikar. (*)

Laporan Anto Narasoma