BERITAPRESS.ID | Kisah cinta antara Maya dan Ardi telah melalui banyak pasang surut. Setelah menghadapi berbagai rintangan di bagian-bagian sebelumnya, kini mereka dihadapkan pada ujian yang lebih dalam, sebuah bayangan dari masa lalu Ardi yang mengancam kebahagiaan yang baru saja mereka raih. Bagian keempat ini mengulas tentang kejujuran, kepercayaan, dan kekuatan cinta yang diuji oleh beban tak terucap.
Senyapnya Malam dan Keraguan Maya
Malam itu, di balkon apartemen Ardi, bintang-bintang berkelip samar, namun hati Maya terasa lebih gelap. Ardi duduk di sampingnya, tatapan kosong menatap kota yang gemerlap di bawah. Beberapa minggu terakhir, Ardi seperti ditarik oleh suatu beban tak kasat mata. Tawanya semakin jarang, sentuhaya terasa hampa, dan sorot matanya sering kali menunjukkan kegelisahan yang mendalam. Maya tahu ada sesuatu yang disembunyikan Ardi, dan itu mulai menggerogoti ketenangan mereka.
“Ardi, kamu baik-baik saja?” tanya Maya, memecah keheningan yang menyesakkan. Ardi tersentak, lalu mengangguk singkat, sebuah senyum tipis terukir di bibirnya yang tidak sampai ke mata.
“Aku cuma lelah, Sayang. Pekerjaan sedang banyak,” jawab Ardi, berusaha meyakinkan. Namun Maya mengenal Ardi lebih dari itu. Kelelahan fisik tak pernah membuat matanya segelap ini. Ada beban emosional yang jauh lebih berat.
Maya memutuskan untuk tidak mendesak malam itu, tetapi tekadnya bulat. Ia harus mencari tahu. Cinta mereka terlalu berharga untuk dihancurkan oleh rahasia yang tak terucap.
Bayangan Masa Lalu yang Menghantui
Beberapa hari kemudian, saat Ardi pergi untuk urusan mendadak, Maya tak sengaja menemukan sebuah surat di meja kerjanya. Itu adalah tagihan rumah sakit dengan jumlah yang sangat besar, atas nama seorang wanita paruh baya yang tidak dikenal Maya. Di bawahnya, ada surat peringatan dari bank mengenai cicilan yang menunggak.
Jantung Maya berdebar kencang. Ini pasti alasaya. Ardi tidak pernah bercerita tentang masalah finansial sebesar ini, apalagi tentang seseorang yang membutuhkan biaya pengobatan. Rasa kecewa bercampur cemas melingkupi dirinya. Mengapa Ardi menyembunyikan ini darinya?
Ketika Ardi pulang, raut wajahnya tampak lebih pucat dari biasanya. Maya meletakkan surat-surat itu di meja. Ardi melihatnya, dan semua pertahanan di wajahnya runtuh. Bahunya merosot, dan ia menunduk.
“Itu… ibuku,” Ardi memulai dengan suara serak. “Dia sakit sudah lama, Maya. Penyakit langka yang butuh perawatan mahal. Aku tidak ingin kamu terbebani dengan semua ini. Aku ingin melindungimu dari masalahku.”
Air mata mulai mengalir dari mata Ardi. Ia menjelaskan bagaimana ia berjuang sendirian selama berbulan-bulan, mengambil pekerjaan sampingan, menguras tabungaya, semua demi biaya pengobatan ibunya. Ia takut Maya akan meninggalkaya jika tahu ia membawa beban sebesar itu. Ia takut tidak akan pernah bisa memberikan masa depan yang layak bagi Maya.
Hujan Air Mata dan Janji Setia
Maya merasakan campuran emosi yang kompleks. Ada kemarahan karena ketidakjujuran Ardi, tetapi juga rasa iba dan kagum atas pengorbanaya. Hatinya perih melihat Ardi yang selama ini terlihat kuat, ternyata menyimpan kerapuhan sebesar ini.
“Ardi,” Maya berbisik, mendekat dan meraih tangan Ardi. “Mengapa kamu berpikir aku akan meninggalkanmu? Aku mencintaimu, dengan semua kebaikanmu, dan juga semua bebanmu. Kita adalah pasangan, kan? Bebanmu adalah bebanku juga.”
Ardi mengangkat kepalanya, menatap Maya dengan mata berkaca-kaca. “Aku hanya… takut tidak bisa membahagiakanmu. Aku tidak punya apa-apa lagi sekarang, semua habis untuk ibuku.”
“Kebahagiaanku bukan diukur dari seberapa banyak harta yang kamu punya, Ardi. Kebahagiaanku adalah bersamamu, melewati setiap badai. Kita akan mencari solusi bersama. Aku punya tabungan, dan kita bisa cari cara lain. Kita akan melewati ini, bersama.”
Dalam pelukan Maya, Ardi akhirnya melepaskan semua ketakutan dan rasa bersalah yang selama ini membebaninya. Tangisnya pecah, tangis kelegaan yang sudah lama tertahan. Maya memeluknya erat, merasakan degup jantung Ardi yang berirama gelisah, kini perlahan menenangkan diri.
Langkah Baru Bersama
Pengakuan itu adalah titik balik. Keesokan harinya, Ardi dan Maya mulai menyusun rencana. Maya membantu Ardi meninjau keuangan, mencari alternatif perawatan yang lebih terjangkau, dan bahkan menghubungi kenalan yang mungkin bisa membantu. Beban yang tadinya dipikul sendiri oleh Ardi, kini terasa jauh lebih ringan karena dibagi berdua.
Mereka memang belum menemukan solusi instan, dan jalan ke depan masih panjang dan berliku. Namun, ada sesuatu yang jauh lebih berharga telah mereka temukan: fondasi kepercayaan yang lebih dalam dan keyakinan bahwa cinta mereka cukup kuat untuk menghadapi badai apa pun. Ardi menyadari bahwa kekuatan sejati bukan terletak pada menanggung beban sendirian, melainkan pada keberanian untuk berbagi dan menerima dukungan dari orang yang dicintai.
Kisah cinta Maya dan Ardi di bagian keempat ini membuktikan bahwa cinta sejati tidak hanya tentang keindahan dan kebahagiaan, tetapi juga tentang menghadapi kenyataan pahit, menguak rahasia, dan membangun kembali kepercayaan. Ujian ini, meski menyakitkan, justru menguatkan ikatan mereka. Mereka belajar bahwa transparansi dan dukungan tak bersyarat adalah pilar utama sebuah hubungan. Dengan bergandengan tangan, Maya dan Ardi siap melangkah, menghadapi setiap tantangan yang mungkin masih menunggu di bagian-bagian selanjutnya dari kisah cinta mereka. (*)