ANAK muda zaman sekarang lebih sering scroll gadget daripada napas panjang. Otak cepat panas, tapi semangatnya kadang hangus seperti roti panggang terlalu lama. Nah, di sinilah retret pemuda hadir untuk menyalakan kembali “kompor semangat” mereka.
Gubernur Sumatera Selatan, H. Herman Deru, membuka Retret Laskar Pandu Satria Jilid II. Tujuannya jelas bikin mental tangguh anak muda, supaya saat bonus demografi 2045, Sumsel punya pemuda yang bukan cuma jago TikTok, tapi juga jago menghadapi tantangan hidup.
Seratus pelajar SMA/SMK mengikuti retret pemuda ini. Panitia melatih fisik peserta, menajamkan mental, dan mengajarkan keterampilan digital. Bayangkan, mereka harus mendirikan tenda saat hujan sambil debat soal siapa paling cepat membungkus sleeping bag. Rasanya seperti drama Korea tapi versi real life, bro!
HD menekankan, “Kalian harus menguasai teknologi, bukan sekadar menonton video kucing lucu di internet” Peserta menyimak serius sambil sesekali tertawa, karena materi dibalut analogi lucu dan permainan.
Pepatah bilang “Daun hijau sehat karena akarnya kuat”. Panitia pakai filosofi ini untuk mengajarkan karakter. Teknologi itu daun, karakter itu akar. Kalau akarnya lemah, daun bisa gugur atau gadget hilang dicuri temen wkwk.
Retret juga mengajarkan peserta disiplin, tanggung jawab, dan empati. Misalnya, peserta diminta memimpin teman yang malas bergerak. Bayangin anak malas itu kayak remote AC, diem aja, tapi harus diarahkan biar dingin sampai ke seluruh ruangan.
Tentunya, sembilan hari retret nggak langsung bikin semua anak muda berubah jadi superhero. Panitia hanya menjangkau 100 peserta, sisanya tetap main gadget sambil makan keripik.
Orang tua kadang khawatir, tapi HD bilang, “Percayakan anak-anak pada panitia. Mereka bakal ditempa jadi mental tangguh”. Dan bener juga, beberapa peserta pulang dengan mental lebih kuat, tapi rambut tetap acak-acakan kayak habis perang tenda.
Jika peserta menggabungkan disiplin, keterampilan digital, solidaritas, dan empati, mereka jadi generasi emas. Mental tangguh anak muda membuat mereka tidak cuma jago klik tombol, tapi juga jago bikin keputusan penting. Misal, bisa bikin proposal kegiatan sekolah tanpa drama panjang.
Selain itu, peserta jadi teladan di sekolah dan lingkungan. Mereka sadar kalau kerja sama itu lebih penting daripada menang lomba lomba estafet tepung (meski tetap seru, bro!).
Retret nggak melulu serius. Ada lomba mendirikan tenda, simulasi kepemimpinan, dan games kolaboratif yang bikin ketawa ngakak. Kegiatan ini mengajarkan mental tangguh juga bisa dibangun sambil ketawa.
Seperti pepatah lokal “Kalau tidak dicemplung, ikan tidak belajar berenang”. Anak-anak dicemplungin pengalaman nyata, belajar cepat, dan ingat pelajaran itu lebih lama.
Oleh sebab itu, Retret Laskar Pandu Satria membuktikan pembinaan karakter pemuda dan mental tangguh anak muda bisa dilakukan aktif, kreatif, dan menyenangkan. “Jangan cuma pintar di gadget, jadilah tangguh dalam tindakan dan karakter”.
Jadi, dengan retret, bonus demografi 2045 akan diisi pemuda Sumsel yang cerdas, berkarakter, dan siap menyebarkan perubahan positif.[***]

























