BERITAPRESS.ID | Dunia sering kali mempertemukan kita dengan cara-cara tak terduga, di tempat-tempat yang paling biasa sekalipun. Sebuah kedai kopi, misalnya. Bukan hanya sekadar tempat menikmati secangkir kehangatan, tapi juga saksi bisu dari jutaan cerita yang terangkai. Kisah ini dimulai di salah satu kedai kopi bernama “Kopi Senja”, tempat di mana aroma kopi berpadu dengan bisikan takdir, dan getaran hati mulai bersemi.
Aroma Kopi dan Senja yang Akrab
Kirana adalah seorang barista. Bukan barista biasa, melainkan seseorang yang menuangkan jiwanya ke dalam setiap cangkir kopi yang ia racik. Matanya selalu memancarkan ketenangan, sama seperti suasana kedai Kopi Senja yang nyaman dan sering sepi. Di balik meja bar, dengan latar belakang deretan biji kopi dan mesin espresso yang bergemuruh pelan, Kirana menemukan kedamaiaya. Setiap pagi hingga senja, ia akan menyapa para pelanggan dengan senyum tipis yang tulus, melayani pesanan, dan kadang-kadang, menyelipkan obrolan singkat tentang cuaca atau buku terbaru.
Baginya, Kopi Senja bukan hanya tempat kerja, melainkan rumah kedua. Dinding-dindingnya yang dicat krem, sofa-sofa empuk di sudut ruangan, serta rak buku berisi novel dan majalah lawas, semuanya terasa begitu akrab. Kirana mencintai ketenangan itu, di mana ia bisa mendengar irama biji kopi digiling, uap susu di-steam, dan sesekali, rintik hujan yang jatuh di atap kanopi. Rutinitasnya adalah sebuah melodi yang ia hapal di luar kepala, hingga suatu hari, ada nada baru yang tiba-tiba masuk ke dalam orkestranya.
Sosok Baru di Sudut Kedai
Nada baru itu bernama Arjuna. Ia mulai sering muncul di Kopi Senja sekitar tiga bulan yang lalu. Seorang mahasiswa arsitektur yang selalu membawa tumpukan buku tebal, laptop yang penuh stiker, dan sketsa-sketsa desain yang belum rampung. Arjuna adalah kebalikan dari Kirana. Ia ceria, suka tertawa lepas, dan matanya selalu berbinar-binar penuh semangat. Ia selalu memesan single origin V60 dingin, lalu memilih meja di pojok dekat jendela, tempat cahaya senja masuk dengan indah.
Awalnya, interaksi mereka hanya sebatas pesanan dan pembayaran. “V60 dingin, ya, Kirana?” atau “Terima kasih, Mas.” Namun, perlahan, Kirana mulai menyadari keberadaan Arjuna. Caranya yang sering melamun sambil menatap keluar jendela, atau ketika ia tersenyum geli melihat layar laptopnya sendiri. Terkadang, Arjuna akan mendongak dan tatapan mereka bertemu. Kirana selalu menjadi orang pertama yang memalingkan muka, jantungnya berdegup aneh. Ia tak tahu mengapa, tapi kehadiran Arjuna membuat rutinitasnya terasa sedikit berbeda.
Arjuna sendiri sering kali mencuri pandang ke arah Kirana. Ia terpukau dengan ketenangan gadis itu, senyumnya yang tipis namun mampu meluluhkan, dan caranya yang cekatan meracik kopi. Baginya, Kirana adalah bagian integral dari suasana Kopi Senja yang ia cintai. Lebih dari sekadar barista, ia adalah “penjaga” ketenangan itu. Arjuna merasa tertarik, tapi tak tahu bagaimana cara mendekat tanpa mengganggu aura damai yang dimiliki Kirana.
Pertemuan Tak Terduga
Hari itu, hujan turun deras sejak siang. Kopi Senja menjadi semakin ramai karena orang-orang mencari tempat berteduh. Arjuna sudah duduk di pojok seperti biasa, tenggelam dalam sketsa-sketsa bangunan. Kirana sibuk melayani pesanan yang membludak. Tiba-tiba, suara dentingan keras diikuti tumpahan cairan membuat semua mata menoleh. Arjuna, dalam kecerobohaya, tak sengaja menyenggol cangkir V60-nya hingga tumpah membasahi sketsa-sketsa terbarunya.
Wajah Arjuna pucat. Itu adalah proyek terpentingnya. Tanpa ragu, Kirana segera menghampiri. “Tidak apa-apa, Mas?” tanyanya lembut sambil membawa lap bersih. Ia sigap membersihkan meja, dan dengan gerakan cepat, mengambil beberapa tisu untuk membantu mengeringkan sketsa Arjuna yang basah.
“Maafkan saya, Kirana. Aku benar-benar ceroboh,” Arjuna menggaruk tengkuknya, merasa malu. “Ini… ini tugas pentingku.”
Kirana tersenyum. “Tidak apa-apa. Kadang hal seperti ini terjadi.” Ia melihat sketsa yang sedikit luntur. “Untung tidak terlalu parah. Mungkin bisa diperbaiki sedikit.”
Untuk pertama kalinya, mereka bercakap lebih dari sekadar pesanan kopi. Mata Arjuna menatap Kirana, menemukan kebaikan di dalamnya. “Kamu… selalu tenang ya, Kirana,” ucapnya, nadanya tulus.
Pipi Kirana merona tipis. “Sudah terbiasa, Mas,” jawabnya sambil tersenyum malu. Setelah memastikan semuanya bersih, Kirana kembali ke balik bar, namun ada sesuatu yang berbeda di udara.
Getaran Asing di Dada
Sejak insiden itu, Arjuna mulai datang lebih sering. Ia tidak hanya datang untuk kopi atau tugas, tetapi juga untuk Kirana. Kadang, ia akan memulai percakapan singkat, menanyakan kabar Kirana atau memuji racikan kopinya. Kirana, yang biasanya pendiam, perlahan mulai merespons dengan lebih terbuka. Ia akan tersenyum lebih lebar, kadang tertawa kecil mendengar cerita konyol Arjuna tentang kuliahnya.
Hati Kirana mulai merasakan getaran aneh setiap kali Arjuna datang. Ada rasa hangat yang menjalar, diikuti degupan jantung yang sedikit lebih cepat. Ia mendapati dirinya sering menanti-nanti kehadiran Arjuna, bahkan sesekali mencuri pandang ke meja pojok saat Arjuna sedang serius dengan gambarnya. Kopi Senja yang semula tenang kini terasa lebih hidup, seolah ada melodi baru yang mengalun khusus untuk mereka.
Suatu sore, saat Kopi Senja mulai sepi dan cahaya senja menembus jendela, Arjuna bersiap untuk pulang. Ia bangkit dari tempat duduknya, lalu berjalan ke arah bar. Ia tidak memesan apa pun, hanya berdiri di depan Kirana yang sedang membersihkan gelas.
“Kirana,” panggilnya pelan. Kirana mendongak, matanya bertemu dengan mata Arjuna yang memancarkan sesuatu yang sulit ia definisikan.
“Iya, Mas?”
Arjuna tersenyum, senyum yang sedikit canggung namun tulus. Ia meletakkan sebuah serbet kertas yang terlipat rapi di atas meja. “Aku… menulis sesuatu.”
Sebelum Kirana sempat bertanya, Arjuna berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Kirana dengan serbet kertas yang kini terasa begitu berat di tangaya. Jantung Kirana berdegup kencang. Apa yang Arjuna tulis? Rasa penasaran memuncak. Ia membuka lipatan serbet itu perlahan, menemukan beberapa baris tulisan tangan dan sebuah sketsa kecil…
Awal dari sebuah kisah cinta seringkali bermula dari hal-hal sederhana, sebuah pertemuan tak terduga, atau sebuah getaran kecil di dalam hati. Kirana dan Arjuna, yang dipertemukan oleh aroma kopi dan suasana senja, kini berada di ambang permulaan. Apa yang tertulis di serbet kertas itu? Ikuti kelanjutan kisah Kirana dan Arjuna di bagian selanjutnya. (*)