Scroll untuk baca artikel
Ngakak

“Generasi Z, Superhero Nasional Versi Kampus”

×

“Generasi Z, Superhero Nasional Versi Kampus”

Sebarkan artikel ini
foto : kemdiktisaintek

SIAPA bilang jadi mahasiswa itu cuma soal rebutan charger di kelas, scroll TikTok sampai jari pegal, dan marathon kopi malam-malam? Ternyata, generasi Z sekarang punya misi super yang lebih epic daripada main game battle royale, jadi garda depan bela negara dan anti-radikalisme. Dan misi ini bukan sekadar jargon buat caption Instagram ala “campus vibes”,  ini nyata lewat Beasiswa ADik dari Kemdiktisaintek.

Bayangkan 224 mahasiswa dari 16 perguruan tinggi di Jawa Timur berkumpul di Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Bukan untuk lomba TikTok, tapi untuk “training camp” ala Avengers versi kampus. Wakil Rektor Martadi membuka acara sambil bilang, “Kalian adalah matahari harapan bangsa. Jangan sia-siakan kesempatan ini”. Rasanya kayak orang tua lagi mengingatkan libur kuliah, tapi versi formal pakai podium.

Yonny Koesmaryono dari PPAPT menambahkan, Beasiswa ADik itu bukan cuma soal biaya kuliah. Ini seperti power-up, mahasiswa dibekali kemampuan kepemimpinan, karakter, dan kapasitas diri supaya bisa menjadi superhero nasional. Bayangkan Spider-Man belajar tidak hanya menembak jaring, tapi juga menegakkan disiplin, toleransi, dan anti-hoaks, semua di kampus, tanpa jubah, tanpa laser mata.

Ketua panitia, Muhammad Farid Ilhamuddin, dalam rilis dilaman resmi kemdiktisaintek memberi analogi yang bikin ngakak tapi kena, begini katanya,  kalau mahasiswa cuma unggul akademik tapi lemah semangat kebangsaan, sama saja seperti WiFi lemot,  potensinya besar, tapi kinerjanya mentok, benar juga… makanya, oleh sebab itu,  disiplin, integritas, dan gotong royong jadi “senjata wajib” mahasiswa Beasiswa ADik.

Wakil Rektor Bambang Sigit Widodo menambahkan bumbu drama, tantangan generasi Z bukan cuma update gadget atau pinter main media sosial, tapi juga menjaga jati diri dan Nasionalisme di era informasi deras.

Bayangkan, mahasiswa harus multitasking, jago TikTok, pinter skripsi, tapi tetap anti-hoaks dan punya karakter kuat. Jika generasi ini kehilangan daya kritisnya, roh mahasiswa hilang ibarat taman bunga yang tak disiram, layu sebelum mekar.

Kalau kita lihat dari kacamata Internasional, filosofi negara seperti Jepang bisa jadi contoh. Jepang menanamkan semangat kebangsaan melalui pendidikan karakter sejak dini. Anak-anaknya belajar disiplin, gotong royong, dan tanggung jawab sosial, sehingga ketika dewasa, mereka bukan hanya pintar secara akademik tapi juga loyal pada nilai-nilai bangsa. Indonesia, dengan keragamannya, butuh pendekatan serupa, tapi versi Generasi Z yang lebih digital-savvy.

Selain itu, pendidikan karakter ala Beasiswa ADik bisa dibandingkan dengan konsep “Citizenship Education” di Finlandia. Di sana, siswa tidak hanya belajar ilmu pengetahuan, tapi juga bagaimana menjadi warga negara yang kritis, toleran, dan peduli pada komunitas. Intinya, dunia sudah membuktikan bahwa pendidikan yang memadukan akademik dan karakter menghasilkan generasi yang siap menghadapi tantangan global.

Agen perubahan

Nah, kembali ke kampus, generasi Z yang menerima Beasiswa ADik adalah mata-mata positif negara, tapi versi resmi dan legal. Mereka disiapkan menjadi agen perubahan yang menyebarkan toleransi, menolak radikalisme, dan menguatkan solidaritas sosial.

Bayangkan, jika setiap mahasiswa bisa mempraktikkan prinsip ini, maka kampus jadi miniatur Indonesia, penuh warna, tapi tetap bersatu. Seperti pepatah Minang bilang “Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah”, aturan dan nilai hidup berpijak pada prinsip yang benar, bukan sembarangan.

Oleh sebab itu,  kadang mahasiswa Z modern masih terlihat sibuk dengan gadget, tapi jangan salah. Di balik layar laptop atau smartphone, bisa jadi mereka sedang menyiapkan strategi mempersatukan bangsa. Bisa dibilang, multitasking versi superhero, seperti skripsi, organisasi, toleransi, dan anti-hoaks, semua dijalankan sekaligus.

Jadi pesannya generasi muda bukan sekadar penerus bangsa, tapi garda depan yang menentukan masa depan Indonesia. Kalau mereka bisa menggabungkan prestasi akademik, karakter kuat, dan semangat bela negara, maka Indonesia Emas 2045 bukan cuma slogan motivasi di poster, tapi real deal.

Kibarkan merah putih di mana pun, dengan cara apapun, asal jangan sampai filter TikTok bikin merah putih jadi pinky.

Sehingga nantinya beasiswa ADik itu, bukan sekadar memberi akses kuliah, tapi mempersiapkan generasi Z menjadi Superhero Nasional. Mereka dibekali wawasan kebangsaan, karakter, anti-radikalisme, dan semangat gotong royong.

Jika mahasiswa bisa menginternalisasi nilai-nilai ini, maka kampus bukan sekadar tempat belajar, tapi laboratorium bangsa, tempat lahirnya agen perubahan yang mampu menyatukan keberagaman Indonesia.

Jadi, generasi Z jangan hanya menjadi pengguna internet yang pintar swipe dan scroll. Jadilah pahlawan digital, agen toleransi, dan superhuman kebangsaan. Karena bangsa ini, seperti pepatah lama bilang, “Besar pasak daripada tiang, tak akan tegak rumah yang runtuh”. Pondasi karakter yang kuat lebih penting daripada sekadar prestasi instan. Dan generasi Z, dengan semua “power-up” ala Beasiswa ADik, siap jadi pondasi masa depan Indonesia.[***]