ASIK Fashion Connect 2025 jadi ajang pembuktian bahwa fesyen lokal Indonesia tak lagi sekadar pamer gaya. Lewat panggung ini, 12 jenama membawa mimpi besar menembus pasar global.
Ada pepatah bilang, jangan mimpi setinggi langit kalau bangun tidur saja kesiangan. Tapi pepatah itu resmi tidak berlaku di ASIK Fashion Connect 2025. Soalnya di sini, mimpi para pelaku fesyen lokal bukan cuma tinggi, tapi sudah dikasih izin resmi untuk terbang ke luar negeri.
Selasa, 9 Desember 2025 lalu, Perpustakaan Nasional RI mendadak salah fungsi, biasanya orang masuk bawa ransel dan muka lelah cari referensi skripsi, hari itu isinya lampu sorot, catwalk, dan orang-orang berpakaian niat. Buku tetap ada, tapi kalah pamor sama outfit yang kalau dipakai ke kondangan bisa bikin mantan menyesal.
Di sinilah 12 jenama fesyen lokal berdiri. Mereka bukan artis, bukan juga sultan. Mayoritas pelaku UMKM yang kesehariannya lebih sering ribut sama penjahit, bahan naik harga, dan chat pelanggan yang nanya, “Kak, ini bisa kurang seratus ribu nggak?”
ASIK Fashion Connect 2025 bukan acara “datang–foto–caption LinkedIn–pulang”. Ini acara datang-keringat dingin-pitching- doa panjang. Dua belas jenama ini dibawa untuk satu tujuan buka jalan ke pasar global. Kalau biasanya mimpi mereka mentok di marketplace, sekarang diarahkan ke buyer internasional.
Wakil Menteri Ekonomi Kreatif Irene Umar dari awal sudah kasih peringatan. Program ini, katanya, tak boleh berhenti jadi seremonial. Artinya jelas jangan cuma cakep di panggung, tapi nol besar di transaksi. Jangan cuma runway-nya panjang, tapi napas UMKM-nya pendek.
Ia bahkan menyebut Buttonscarves sebagai contoh nyata. Pesannya halus tapi nusuk “Yang lain sudah bisa, masa kalian masih ribut di diskon tanggal kembar?” Sebuah tamparan lembut yang bikin pelaku UMKM langsung duduk tegak.
Yang bikin acara ini beda, para jenama ini tidak dilepas ke kandang harimau sendirian. Mereka sudah digembleng lewat bootcamp, mentoring satu-satu, sampai diajari cara pitching. Dari cara buka presentasi, sampai cara senyum yang tidak kelihatan terlalu lapar deal.
Direktur Fesyen Kementerian Ekraf Romi Astuti bilang, setiap negara punya karakter pasar berbeda. Pasar Jepang detail, Eropa kritis, Timur Tengah spesifik. Jadi tak bisa lagi pakai jurus sakti yang penting laku dulu. Ini bukan jualan gorengan jam lima sore.
Di puncak acara, satu per satu koleksi ditampilkan. Model jalan, kamera nyala, dan pemilik jenama di belakang panggung sibuk ngatur napas. Soalnya setelah runway, bukan tepuk tangan yang ditunggu, tapi pertanyaan buyer. Dan pertanyaan buyer itu biasanya bukan, Ini cantik, tapi, Kapasitas produksi berapa?.
ASIK Fashion Connect 2025 membuka peluang macam-macam. Ekspor, joint collection, sampai lisensi. Tapi di balik peluang itu ada PR besar. Kalau tiba-tiba order naik dua kali lipat, jangan sampai jawabnya, bisa, tapi nunggu penjahit balik kampung dulu.
Kementerian Ekraf sadar betul soal itu. Makanya pendampingan tidak berhenti di acara puncak. Akan ada evaluasi, mentor khusus, sampai penguatan pemasaran internasional. Intinya, UMKM tidak ditinggal sendirian setelah lampu panggung mati.
Deputi Bidang Kreativitas Budaya dan Desain Yuke Sri Rahayu menegaskan bahwa kegiatan ini harus berkelanjutan. Karena industri kreatif itu bukan lomba lari karung. Lompat-lompat sebentar, habis itu ngos-ngosan.
Dari ASIK Fashion Connect 2025, satu hal jadi jelas fesyen Indonesia itu bukan kurang bakat, tapi sering kurang jalur. Budaya ada, cerita kuat, desain niat. Tinggal diarahkan ke pasar yang tepat, dengan cara yang benar.
Dua belas jenama ini mungkin belum langsung jadi raja ekspor. Tapi setidaknya, mereka sudah masuk ruangan yang pintunya selama ini cuma bisa dilihat dari luar. Sekarang tinggal soal konsistensi dan kesiapan.
ASIK Fashion Connect 2025 bukan cuma panggung gaya-gayaan. Ini arena uji nyali UMKM fesyen lokal sebelum benar-benar terjun ke pasar global.
Dunia internasional itu kejam, tapi adil. Yang siap, jalan. Yang setengah-setengah, minggir. Dan dari dua belas jenama ini, kita tinggal menunggu, siapa yang benar-benar berani, siapa yang cuma kuat pose. Yang jelas, mimpi mereka sudah tak lagi pakai paspor domestik.(***)

























