Ngakak

“Ketika Budaya Sunda di Muba Bicara pada Kita”

×

“Ketika Budaya Sunda di Muba Bicara pada Kita”

Sebarkan artikel ini
ist

DI DUNIA ini, ada dua hal yang bisa membuat orang langsung berhenti main HP
satu, hutang datang menagih, dua, pentas budaya yang rame-nya kayak pasar malam ditambah diskon minyak goreng.

Nah, suasana seperti itu –lah yang terjadi di Bumi Perkemahan Pandu Kinasih saat Bupati Muba H. M. Toha Tohet mampir ke Desa Sumber Harum belum lama ini.

Kegiatannya banyak dari pengukuhan Paguyuban Pasundan sampe pentas seni Wayang Golek, Singa Depok, Pencak Silat, sampai Jaipong.

Pokoknya kalau budaya Sunda ini diibaratkan suara, dia sudah teriak-teriak bilang. “Heh, manusia! Aku masih ada, jangan cuma ingat aku waktu mau bikin konten TikTok!”.

Begitu Bupati Toha datang, suasana berubah kayak adegan final film silat.
Yang tadinya duduk lesehan santai langsung tegak macam power ranger baru dipanggil.

Para pejabat ikut hadir. Ada anggota DPRD, Kapolsek, sampai kepala-kepala dinas yang wajahnya sudah bercampur antara semangat kerja dan juga semangat makan siang cepat-cepat.

Bupati membuka sambutannya dengan ucapan selamat kepada seluruh pengurus Paguyuban Pasundan.

Kata beliau, “Amanah ini harus dijalankan dengan tanggung jawab dan kebersamaan”

Dalam hati, sebagian warga mungkin berkata. “Iya, Pak. Kebersamaan itu penting… apalagi kalau ada konsumsi”

Bupati bilang Paguyuban Pasundan itu bukan sekadar tempat kumpul-kumpul.
Ini rumah besar warga Sunda, tempat nostalgia sambil ngopi, tempat ketawa sambil makan peuyeum, dan tentu saja tempat menjaga budaya leluhur.

Betul juga.
Soalnya kalau budaya nggak dijaga, dia bakal hilang perlahan, sama kayak password WiFi rumah yang lupa sendiri.

Beliau juga bilang Muba itu multikultur.
Ibarat gado-gado, ada sayur, tahu, tempe, lontong, tapi semuanya tetap enak kalau bumbunya benar.

Dan bumbu multikultural Muba itu ya… keberagaman.

Nah, ini bagian paling “menggetarkan jiwa”.

Wayang Golek tampil,
Singa Depok tampil,
Pencak Silat tampil,
Dan juga Jaipong tampil.

Sampai-sampai ayam kampung yang kebetulan lewat pun, kalau bisa ngomong, mungkin bakal bilang begini “Ini acara atau reuni akbar budaya Sunda?”hahaha!!.

Anak-anak nonton sambil mangap, orang dewasa manggut-manggut sok paham filosofi wayang.
Padahal dalam hati mungkin bertanya “Ini tokohnya siapa ya?”

Tapi ya begitulah seni.
Kadang tidak harus paham untuk dinikmati.
Kayak cinta tak selalu logis, tapi tetap dicari.

Bupati mengapresiasi pagelaran ini sebagai edukasi untuk generasi muda.
Betul juga ya…
Kalau bukan di acara begini, anak sekarang taunya cuma filter glow-up dan tarian TikTok tiga detik.

Camat Yudi Suhendra ikut cuap-cuap.
Beliau bilang terima kasih karena Bupati hadir.
Menurut beliau, kehadiran Bupati itu “penyemangat masyarakat”

Dan ini benar.
Ada sesuatu yang berbeda kalau pemimpin hadir langsung.
Rasanya itu kayak rumah mendadak terang karena lampu token baru diisi.

Beliau juga memuji Paguyuban Pasundan yang rajin menjaga kerukunan.
Di Tungkal Jaya, keberagaman bukan cuma teori.
Ini nyata, seperti indomie goreng serbaguna, diterima semua suku.

Jadi sebenarnya budaya itu bukan sekadar tontonan. Kalau kita pikir-pikir, pentas budaya ini ngajari dua hal, pertama, kita ini hidup berdampingan, bukan berlomba siapa paling asli.
Yang asli itu cuma cinta ibu, selebihnya bonus.

Kedua, budaya cuma mati kalau ditinggalkan.
Makanya acara begini penting semacam “charging ulang” identitas.

Pepatah bilang “Hilang kayu, hilang tunggak, hilang budaya, hilang arah”
Bahaya itu, nanti anak cucu malah tanya “Jaipong itu game apa, Nek?”

Karena itu budaya terus bicara, tinggal kita mau dengar atau tidak

Acara di Tungkal Jaya itu bukan sekadar tontonan.
Itu “teguran halus” dari budaya Sunda.

Seolah berkata “Hei manusia, aku ini bukan museum. Rawatlah aku sebelum aku tinggal legenda”.

Dan Muba sudah memberi contoh multikultur bukan slogan, tapi kenyataan yang dirayakan.

Kalau budaya bisa bicara, mungkin dia bakal bilang…

“Terima kasih, Muba. Kamu bikin aku merasa hidup lagi”.

Dan kita semua cuma bisa jawab.. “Tenang, budaya. Kita jaga kamu. Walaupun sambil ketawa-ketawa dikit”.[***]