Scroll untuk baca artikel
Ngakak

Jakarta Philharmonic, “Saat Biola Bertemu Kerak Telor”

×

Jakarta Philharmonic, “Saat Biola Bertemu Kerak Telor”

Sebarkan artikel ini

Sabtu akhir lalu, Teater Jakarta di Taman Ismail Marzuki mendadak jadi arena pertarungan paling absurd yang pernah ada, biola bertemu kerak telor.

Iya, kamu nggak salah baca. Bayangin, satu sisi panggung ada musisi orkestra serius, jas rapi, dandanan rapi, tangan gemetar karena nanti ada solo biola yang bikin nangis penonton..hehe!.

Di sisi lain, muncul suling Betawi, gong, dan kendang yang bunyinya bikin perut lapar dan kepala pengen goyang. Penonton? Beberapa bingung, beberapa ngakak, beberapa lagi sambil selfie kayak “ini konser atau pasar malam?”.

Wakil Menteri Ekonomi Kreatif, Irene Umar, berdiri di tengah panggung dengan senyum diplomatis sambil dalam hati mungkin mikir, “Ya Tuhan, semoga semuanya selaras, jangan sampai ada yang bikin komedi musikal”.

Tapi justru di sinilah keajaiban terjadi, karena musik klasik yang anggun dan budaya Betawi yang kocak tiba-tiba bersatu seperti pepatah lama. “Air beriak tanda tak dalam, tapi kalau biola ketemu gong, air bisa jadi kolam tertawa”.

Setiap not biola bikin penonton baper, mengingatkan kita bahwa seni bisa menyentuh hati. Tapi setiap dentang gong Betawi bikin perut bergoyang, bikin sadar, bahwa budaya juga bisa bikin hidup lebih nikmat bahkan kalau cuma lewat lidah.

Filosofi sederhananya? Harmoni itu bukan cuma soal nada yang pas, tapi soal nyawa yang tersambung di tengah perbedaan. Seperti kehidupan Jakarta sendiri macet, ribet, tapi tetap manis kalau dinikmati.

Yang lucu, beberapa musisi orkestra tampak serius menatap partitur, tapi gerakan tangan mereka ikut terbawa ritme Betawi tanpa sadar, mereka lagi freestyle improvisasi budaya.

Ini kayak pepatah “Orang yang serius belajar kadang harus tersandung untuk paham cara hidup” . Dan di kursi penonton, anak muda selfie sana-sini, ikut joget tipis-tipis, membuktikan satu hal generasi baru bisa menghormati tradisi, tapi tetap nggak bisa jauh dari TikTok.

Opini gue? Konser ini bukan cuma hiburan, tapi pelajaran hidup. Kreativitas itu lahir dari pertemuan yang absurd, kolaborasi yang nggak terduga, dan keberanian untuk tertawa di tengah formalitas.

Kalau kita cuma duduk di satu sisi panggung, ya hidup bakal kaku kayak biola tanpa senar. Tapi kalau kita berani nyemplung, seperti biola bertemu gong, hidup bisa penuh warna, penuh kejutan, dan, tentu saja, ngakak bareng.

Jadi, “Jakarta Philharmonic, Saat Biola Bertemu Kerak Telor” bukan cuma konser, tapi metafora hidup, sebab kadang yang serius perlu dicampur yang kocak, yang klasik perlu ditemani yang modern, dan yang formal perlu disentuh humor.

Karena hidup itu seperti musik, kalau terlalu serius, kita lupa bahwa tawa adalah nada paling indah yang bisa kita mainkan bersama.[***]