PROGRAM Tani Digital kini bikin sawah di Sragen lebih cerdas dari sebelumnya.
Petani di sana bukan cuma panen gabah, tapi juga panen data.
Lewat teknologi Internet of Things (IoT) buatan lokal, para petani bisa tahu kapan tanahnya haus, kapan butuh pupuk, dan kapan cukup istirahat semua dari ponsel di tangan mereka.
“Dulu tangan saya pegang cangkul, sekarang pegang HP, tapi bukan buat main Mobile Legends,” seloroh Tri Widodo, petani asal Sragen, yang ikut program Tani Digital.
Program Tani Digital yang digagas Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) ini bukan sekadar proyek pamer teknologi.
Menterinya, Meutya Hafid, bilang teknologi seperti IoT pertanian dan kecerdasan buatan harus membumi, bukan cuma dipajang di konferensi.
“Teknologi itu jangan mengawang, tapi harus menyentuh tanah bikin hidup petani makin makmur,” ujar Meutya Hafid saat acara Panen Tani Digital di Sragen, dalam rilisnya Rabu (5/11/2025).
Dan memang terbukti membumi. Tri Widodo mengaku sejak pakai alat Tani Digital, biaya pupuknya bisa ditekan sampai 40 persen. “Dulu per hektar saya pakai 1 ton pupuk, sekarang cuma 650 kilo, tapi hasil panen malah naik,” katanya.
Nama alat yang dipakai juga lokal banget, Jinawi hasil inovasi anak negeri.
Kalau dulu petani nebak-nebak kapan tanam dan pupuk, sekarang tinggal lihat dashboard.
Jinawi bisa baca kadar asam tanah, kelembapan, sampai tingkat nutrisi.
Mirip dukun sawah, tapi versi 5G, nggak pakai kemenyan, cukup sinyal stabil.
Meutya Hafid bilang, kedaulatan pangan harus dibarengi kedaulatan teknologi.
“Kalau mau berdaulat pangan, teknologinya juga harus berdaulat. Startup lokal harus jadi tulang punggung pertanian digital kita,” tegasnya.
Program Tani Digital ini hasil kolaborasi antara Kemkomdigi, Kementerian Pertanian, Pemerintah Kabupaten Sragen, dan startup teknologi lokal.
Kalau dulu gotong royong berarti bantu panen tetangga, sekarang gotong royong itu artinya kerja bareng data, sensor, dan jaringan WiFi.
Gotong royong digital ini bikin petani lebih efisien dan hasil panen makin melimpah.
Presiden Prabowo Subianto juga mendukung arah ini.
Dalam KTT APEC 2025, beliau menegaskan bahwa swasembada pangan cuma bisa dicapai lewat teknologi pertanian modern seperti Tani Digital dan AI.
Transformasi lewat Tani Digital bukan cuma soal alat, tapi cara berpikir baru.
Petani kini bukan lagi feeling farmer, tapi data-driven farmer.
Dari Sragen, inovasi ini bisa menyebar ke seluruh pelosok Indonesia, memperkuat Ketahanan Pangan Nasional berbasis data.
Tri Widodo bilang, sekarang tiap pagi bukan cuma lihat padi, tapi juga buka aplikasi.
“Kalau tanahnya kering, aplikasinya ngasih tahu. Jadi saya nggak asal siram,” ujarnya bangga.
Kisah Tani Digital di Sragen ini bukti bahwa teknologi nggak harus glamor.
Ia bisa nyeker di lumpur, barengan petani, bantu mereka panen lebih banyak, hemat lebih banyak, dan senyum lebih lebar.
Petani boleh tetap sederhana, tapi pikirannya udah setara startup.
Jadi kalau lewat sawah dan lihat petani pegang HP sambil senyum-senyum, jangan salah sangka.
Mereka bukan lagi nonton TikTok mungkin lagi panen… data.[***]

























