FEKDI x IFSE 2025 membuktikan satu hal, yaitu dunia ekonomi dan keuangan digital ternyata nggak selalu serius dan kaku. Di Jakarta Convention Center, para tokoh penting duduk rapi membahas inklusi dan inovasi, sementara generasi muda malah uji nyali lewat Hackathon BI–OJK 2025, bikin suasana penuh energi, tawa, dan ide-ide kreatif yang bikin kita tersenyum sendiri.
Oleh sebab itu, Mahasiswa dan profesional muda ikut duduk bareng, dengan laptop terbuka, jari-jari mereka beraksi cepat seperti ninja mengetik kode. Semua demi satu tujuan, yaitu menciptakan solusi dompet digital yang bisa menjangkau seluruh masyarakat, termasuk yang belum pernah tersentuh layanan keuangan formal. Kalau mereka bisa, kita yang tiap hari cuma geser layar HP juga bisa ngerti kan?
Hasan Fawzi menekankan, transformasi digital harus inklusif, bukan bikin kesenjangan baru. Dan kalau melihat Hackathon-nya, inklusifnya terasa banget. Semua peserta, dari mahasiswa polos sampai profesional canggih, ikutan bikin solusi. Bahkan ada ide sederhana tapi brilian yang masuk kategori frugal innovation hemat sumber daya, terjangkau, tapi bisa menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Bayangin ide sederhana tapi bermanfaat, bikin kita tersenyum sendiri sambil bilang, “Kok bisa ya mereka mikir begitu?”
Destry Damayanti dari BI juga kasih filosofi kece “power of we”. Intinya, digitalisasi keuangan itu nggak bisa sendirian. Bank Indonesia nggak bisa jalan sendiri, OJK nggak bisa sendiri, semua harus kolaborasi. Bayangin kalau mereka nggak kompak, mungkin QRIS cuma bisa buat bayar kopi di Jakarta, nggak bisa sampai ke desa terpencil. Filosofi ini juga bikin kita tersadar: di balik aplikasi yang kita pakai sehari-hari, ada kerja sama yang serius tapi juga seru antara banyak pihak.
Rizal Edwin dari KEK menekankan pentingnya efisiensi dan skalabilitas. Nah, di sinilah Hackathon jadi lucu tapi juga inspiratif. Ide-ide yang muncul sering kali sederhana tapi memecahkan masalah nyata.
Misalnya, solusi untuk anak-anak sekolah di daerah terpencil bisa belajar sambil transaksi digital, atau aplikasi yang bikin UMKM lokal bisa terhubung ke pasar nasional. Peserta Hackathon sering ketawa sendiri saat menyadari ide mereka ternyata bisa diaplikasikan langsung. Jadi, duit digital nggak cuma soal teknologi canggih, tapi soal keberanian generasi muda uji nyali demi kemudahan kita semua.
Selama tiga hari, FEKDI x IFSE 2025 nggak cuma Hackathon. Ada pameran teknologi, diskusi panel, dan kompetisi QRIS Jelajah 2025. Semua kegiatan itu dirancang supaya inovasi digital terasa nyata. Pemenang Hackathon diumumkan, KancaKids, Chain Intelligence, Dewantara, Meaningfull Intelligence, Niriksagara. Nama-nama ini bakal bikin dunia fintech Indonesia lebih seru dan penuh solusi kreatif.
Intinya bro, transformasi digital itu serius tapi nggak harus ngebosenin. Dari OJK, BI, KEK, sampai Hackathon-nya, semua nunjukin kalau inovasi bisa fun, inklusif, dan nyata manfaatnya. Kalau kamu pikir duit digital ribet, jangan salah. Generasi muda sudah uji nyali, dan kalau mereka bisa, kita juga bisa. Cuma jangan salah, dompet digital ini nggak bisa buat beli es krim mantan ya!
Kalau lihat FEKDI x IFSE 2025, jelas banget kalau digitalisasi keuangan bukan cuma soal teknologi. Ini soal kolaborasi, keberanian, kreativitas, dan kemampuan beradaptasi generasi muda. Inovasi mereka bukan cuma membuat hidup lebih mudah, tapi juga membawa optimisme Indonesia siap menghadapi ekonomi digital global. Dari Hackathon ke pameran, dari QRIS ke diskusi panel, semua kegiatan mengajarkan satu hal inovasi itu bisa serius tapi tetap bikin ngakak.
Jadi bro, kalau kamu pikir dunia keuangan digital itu kaku dan membosankan, coba liat FEKDI x IFSE 2025. Ada pemenang Hackathon yang ide-idenya bisa bikin kamu tepok jidat… tapi juga senyum-senyum sendiri karena kreatifnya. Digitalisasi itu nyata, menyenangkan, dan penuh cerita lucu tapi bermanfaat. Dan yang paling penting: dompet digital kita bakal lebih pintar, sementara kita bisa tetap ngakak sambil belajar teknologi baru.[***]

























