BERITAPRESS, PALEMBANG | Advokat Suwito Winoto, SH, MH, memberikan pandangannya terkait pernyataan Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra, mengenai status organisasi advokat di luar Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi). Suwito menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) tidak mengatur sistem organisasi advokat tunggal (single bar) di Indonesia.
Menurut Suwito, UU Advokat tidak menetapkan Peradi sebagai satu-satunya organisasi advokat. Pasal 28 ayat (1) dan (2) UU Advokat justru mengatur bahwa organisasi advokat adalah badan hukum yang dibentuk dan dikelola oleh para advokat sendiri, bukan diangkat atau ditetapkan oleh negara.
Tidak Ada Pengaturan Sistem Single Bar di UU Advokat
Suwito menyatakan bahwa konsep organisasi advokat tunggal hanyalah interpretasi sepihak yang tidak memiliki landasan hukum. “UU Advokat tidak mengatur eksistensi tunggal organisasi advokat tertentu. Pasal 28 UU Advokat justru memberikan ruang kepada para advokat untuk membentuk organisasi secara mandiri, sehingga keberadaan organisasi advokat di luar Peradi tetap sah dan diakui hukum,” jelasnya.
Putusan Mahkamah Konstitusi Tidak Mengukuhkan Sistem Single Bar
Suwito juga menanggapi klaim bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan Peradi sebagai satu-satunya organisasi advokat. Ia menegaskan bahwa dalam sejumlah putusan MK, seperti Putusan Nomor 101/PUU-VII/2009, tidak ada pernyataan yang mengukuhkan sistem single bar.
“Putusan MK justru menegaskan bahwa advokat berhak membentuk organisasi profesi yang independen, dan negara tidak boleh mengintervensi otonomi tersebut,” tegasnya.
Organisasi Advokat Bukan Ormas
Menanggapi anggapan bahwa organisasi advokat di luar Peradi hanyalah organisasi masyarakat (ormas), Suwito menolak tegas. “Organisasi advokat yang dibentuk sesuai ketentuan UU Advokat memiliki kedudukan sebagai organisasi profesi, bukan ormas. Organisasi ini memiliki fungsi pembinaan, pengawasan, dan pelaksanaan kode etik advokat sebagaimana diatur oleh undang-undang. Mengategorikan organisasi advokat di luar Peradi sebagai ormas adalah tafsir yang keliru dan tidak berdasar hukum,” ujar Suwito.
Revisi UU Advokat Harus Mengakomodasi Prinsip Demokrasi
Terkait rencana revisi UU Advokat untuk memperkuat sistem single bar, Suwito mengingatkan pentingnya prinsip demokrasi dan kebebasan berserikat sebagaimana diatur dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945. “Monopoli organisasi advokat bertentangan dengan semangat demokrasi dan kebebasan berserikat. Revisi UU Advokat harus memberikan ruang bagi pluralisme organisasi profesi agar menciptakan kompetisi yang sehat dan meningkatkan kualitas advokat,” pungkasnya.
Melalui pernyataannya, Suwito menegaskan bahwa semua organisasi advokat yang dibentuk sesuai UU Advokat memiliki legitimasi yang sama untuk menjalankan fungsi profesi advokat di Indonesia. Pandangan bahwa hanya Peradi yang sah adalah keliru dan bertentangan dengan semangat pluralisme hukum. (Andy Red)