Scroll untuk baca artikel
Ngakak

49 Pendamping PKH Dipecat! Ini Pelanggarannya

×

49 Pendamping PKH Dipecat! Ini Pelanggarannya

Sebarkan artikel ini
foto: Kemensos

KALAU ada yang berpikir jadi pendamping PKH itu gampang, berarti dia belum kenal betul dunia “bagi-bagi uang negara”. Bayangkan saja, tugas mereka bukan cuma menyalurkan bantuan sosial, tapi juga memastikan duit rakyat sampai ke tangan yang tepat. Nah, rupanya beberapa pendamping lupa pepatah lama “Tak semua yang bisa memegang uang, bisa memegang hati orang”.

Hingga awal November 2025, Menteri Sosial Gus Ipul dalam rilis resmi dilaman kemensos menegaskan, sanksi tegas sudah dijatuhkan untuk pendamping nakal.

Data terbaru? 49 orang resmi dipecat dan 400 lainnya kena peringatan satu atau dua. Hampir setengah ribu orang dipantau ketat hanya untuk memastikan bansos tidak nyasar ke rokok atau gadget mewah. Serius, ini bukan cerita horor, tapi drama kehidupan sehari-hari di dunia PKH.

Kenapa sampai ada yang dipecat? Gus Ipul tidak main-main. Pelanggaran berat dari memanipulasi data KPM, menyalurkan bansos ke alamat siluman, sampai menggunakan bantuan untuk hal-hal yang jelas-jelas dilarang.

Dari narkoba sampai hutang pribadi, dari perhiasan sampai judi online. Kalau dibandingkan, pendamping ini kayak tukang parkir yang malah nitip mobil orang ke tetangga sendiri, bukannya ke tempat aman. Lucu tapi sedih, kan?

Kalau diperhatikan, peringatan itu sistematis. Peringatan pertama dan kedua diberikan sebagai “tamparan halus” Kalau masih bandel, peringatan ketiga? Langsung pecat! Di sinilah hukum karma versi birokrasi bekerja.

Tugas pendamping PKH itu penting, ibarat pilar rumah. Kalau goyah, rumahnya bisa roboh. Dan bansos itu sendiri ibarat air bersih untuk tanaman kering, kalau sampai diselewengkan, yang merasakan rugi bukan hanya pemerintah, tapi masyarakat yang benar-benar membutuhkan.

Gus Ipul menegaskan, pendamping harus menjadi “mata dan telinga” pemerintah di lapangan. Tak bisa setengah hati.

Lucunya, sebagian masyarakat kadang salah kaprah soal bansos. Ada yang menganggapnya hadiah, bukan tanggung jawab. Padahal, bansos itu ibarat sulap: kalau dipakai sembarangan, efeknya bukan cuma ilusi, tapi nyata kehidupan KPM tidak berubah, bahkan bisa tambah ribet.

Pesan Gus Ipul jelas agar gunakan bansos dengan bijak, jujur, dan penuh rasa syukur. Jangan sampai uang rakyat dipakai untuk rokok, gawai, atau hiburan berlebihan.

Fenomena ini juga membuka mata kita soal pengawasan. Kalau sebelumnya kita berpikir pemerintah hanya memberikan uang, ternyata ada sistem kontrol ketat.

Oleh karena itu, pendamping itu diawasi, KPM diawasi, bahkan setiap rupiah pun ada jejaknya, ibarat permainan monopoli raksasa, tapi dengan nyawa sosial yang sesungguhnya. Salah langkah, bisa bikin rumah tangga orang lain “bangkrut” secara moral dan finansial.

Tapi jangan salah, drama ini bukan cuma soal hukuman. Ini tentang pendidikan publik. Tentang tanggung jawab. Tentang mengubah mentalitas agar bansos menjadi benar-benar solusi, bukan ajang pesta sesaat.

Gus Ipul menegaskan, bansos bukan untuk dipamerkan, tapi untuk digunakan sebagai sarana memperbaiki hidup. Seperti menanam bibit,  kalau disiram dengan benar, hasilnya akan tumbuh subur. Kalau diselewengkan, yang tumbuh hanyalah kemarahan rakyat.

 Menjadi pendamping PKH itu ibaratnya menjaga kunci harta karun rakyat. Salah urus, bukan cuma pendamping yang rugi, tapi juga penerima bantuan yang paling butuh.

Jadi, mari jadikan kisah sanksi 2025 ini sebagai pengingat, uang bantuan sosial bukan untuk gaya-gayaan, tapi untuk menolong yang kesulitan. Dan bagi pendamping nakal, pepatah lama tak pernah salah, “Siapa menabur angin, akan menuai badai”.

Di balik tawa, ada pelajaran serius, bansos harus tepat sasaran, pendamping harus jujur, dan masyarakat harus bijak.

Dengan begitu, drama PKH tak hanya jadi cerita viral, tapi juga cermin kepedulian kita terhadap sesama. Ingat, bantuan sosial itu amanat negara, bukan sekadar kado. Gunakan dengan kepala dingin, hati hangat, dan tangan yang bersih.[***]