BERITAPRESS, ID RAJA AMPAT/Badan Koordinasi (Badko) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Papua-Papua Barat-Papua Barat Daya sukses menyelenggarakan Latihan Kepemimpinan Tingkat III (LK III) atau Advance Training. Kegiatan berskala besar ini resmi ditutup di Kabupaten Raja Ampat pada Kamis (18/12/2025).
Acara penutupan dihadiri langsung oleh Bupati Raja Ampat, Orideko I. Burdam, yang dalam hal ini diwakili oleh Plt. Asisten I Setda Kabupaten Raja Ampat, Nor Albi Basyir Umkabu.
Dalam sambutan tertulis yang dibacakan oleh Asisten I, Bupati Raja Ampat memberikan apresiasi tinggi terhadap tema yang diusung, yakni “Raja Ampat sebagai Simpul Geoperadaban Dunia: Dialektika Kader HMI, Geostrategis Pasifik, dan Etika Ekologis Pembangunan”.
Menurut Bupati, tema tersebut menunjukkan kedewasaan berpikir para kader HMI dalam memposisikan Raja Ampat sebagai aset global, bukan sekadar wilayah lokal.
”Raja Ampat adalah wilayah dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kader HMI yang telah lulus LK III diharapkan mampu mengimplementasikan etika ekologis dalam setiap langkah pembangunan di masa depan,” tegas Nor Albi saat membacakan pesan Bupati.
Sementara itu Ketua Umum Badko HMI Papua Barat–Papua Barat Daya, Abdul Qadir Loklomin, memberikan pesan kuat bagi para alumni pelatihan tingkat lanjut ini. Ia menekankan bahwa status sebagai kader Advance Training membawa tanggung jawab moral yang besar.
”LK III bukan akhir dari proses kaderisasi, melainkan awal dari tanggung jawab yang lebih besar. Kader LK III tidak lagi diuji pada kemampuan berbicara, tetapi pada keberanian bersikap dan konsistensi berpihak kepada keadilan,” ujar Abdul Qadir.
Ia juga menyoroti kondisi pembangunan di tanah Papua. Menurutnya, masalah utama bukan terletak pada kurangnya regulasi, melainkan pada aspek moralitas kepemimpinan.
“Papua Barat dan Papua Barat Daya tidak kekurangan regulasi dan program pembangunan. Yang sering kurang justru kepekaan, keberanian moral, dan keberpihakan yang tulus kepada rakyat,” tegasnya.
Menutup arahannya, Abdul Qadir mengingatkan bahwa HMI harus tetap menjadi mitra kritis pemerintah yang konstruktif. HMI tidak diajarkan untuk membenci kekuasaan, melainkan untuk memastikan kekuasaan tersebut tetap berjalan di atas rel keadilan.
“HMI harus hadir sebagai kekuatan intelektual yang jujur dan tegas, bukan oposisi yang gaduh. Kami mengoreksi ketika kekuasaan menjauh dari nilai-nilai keadilan,” pungkasnya. (IB).

























