BERITAPRESS, OKI | Sebuah langkah inovatif dilakukan oleh PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) dalam mengelola limbah sawit menjadi energi listrik yang berkelanjutan. Forum Wartawan Energi Sumsel bersama PT PLN UID S2JB mengunjungi lokasi pengelolaan limbah sawit milik SGRO di OKI, Rabu (11/12). Di lokasi ini, mereka disambut oleh Manajer Operasional Bioenergi SGRO, Beni Sijabat, dan tim manajemen.
Beni menjelaskan bahwa sejak 2015, SGRO telah mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTB) berbasis limbah cair sawit atau Palm Oil Mill Effluent (POME). PLTB yang terletak di Mutiara Bunda memiliki kapasitas produksi sebesar 4 MW. “Biogas adalah energi terbarukan yang tidak hanya membantu penyediaan listrik bagi masyarakat sekitar, tetapi juga mampu mengurangi emisi gas rumah kaca,” ungkap Beni.
Sinergi dengan PLN untuk Energi Bersih
Iwan Arisetiadi, Manajer Humas PLN UIW S2JB, mengungkapkan bahwa Sumatera Selatan telah memiliki berbagai pembangkit listrik tenaga air (PLTMH) dan biogas yang mendukung penyediaan listrik berbasis energi terbarukan. Beberapa di antaranya adalah PLTMH Komering Lahat (2 x 0,7 MW), PLTMH Muara Dua (2 x 850 MW), serta PLTB Mutiara Bunda (2 MW).
Menurut Iwan, pembangkit-pembangkit ini menjadi bagian penting dari upaya pemerintah dalam meningkatkan kontribusi energi hijau pada bauran energi nasional. “Pemanfaatan biogas tidak hanya memberikan dampak positif bagi lingkungan tetapi juga mendukung program akselerasi energi terbarukan di Indonesia,” tambahnya.
Teknologi Methane Capture, Solusi Masa Depan
Beni menjelaskan lebih lanjut bahwa PLTB menggunakan teknologi methane capture untuk memanfaatkan gas metana yang dihasilkan oleh bakteri pengurai limbah cair pabrik kelapa sawit. Gas ini kemudian digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Setiap bulannya, pembangkit ini mampu memproduksi hingga 400 ribu kWh listrik. “Dengan metode ini, kami berhasil mengurangi emisi gas rumah kaca (GHG) dari Pabrik Kelapa Sawit Selapan Jaya hingga 88 persen atau setara dengan 65 juta kg CO2 per tahun,” terang Beni.
Tak hanya mengurangi emisi, biogas juga menjadi solusi listrik bagi daerah-daerah terpencil di sekitar perkebunan yang belum mendapatkan akses listrik PLN yang memadai.
Tantangan dan Masa Depan
Meski demikian, tantangan tetap ada. Salah satunya adalah keberlanjutan kontrak antara SGRO dan PLN yang akan berakhir pada 2025. Saat ini, SGRO menjual listrik kepada PLN dengan harga Rp 715 per kWh. “Kami berharap ada pembaruan kontrak yang saling menguntungkan, sehingga pengembangan pembangkit biogas dapat terus berjalan,” ujar Beni.
Komitmen untuk Ketahanan Energi Nasional
Melalui pengelolaan limbah cair sawit menjadi energi listrik, SGRO membuktikan komitmennya dalam mendukung ketahanan energi nasional. Langkah ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan sekaligus menjawab tantangan perubahan iklim.
Dengan keberhasilan PLTB seperti di Mutiara Bunda, SGRO menunjukkan bahwa limbah bukanlah masalah, melainkan peluang untuk menciptakan energi masa depan yang ramah lingkungan. (Asri)