Scroll untuk baca artikel
Religi

Ngaben, Menguak Makna dan Filosofi Upacara Kremasi Adat Bali yang Sakral

×

Ngaben, Menguak Makna dan Filosofi Upacara Kremasi Adat Bali yang Sakral

Sebarkan artikel ini

BERITAPRESS.ID, | Bali, pulau dewata yang selalu memukau dengan keindahan alam dan budayanya, menyimpan sebuah tradisi sakral yang menjadi puncak dari siklus kehidupan bagi umat Hindu di sana: Ngaben. Bukan sekadar prosesi pembakaran jenazah biasa, Ngaben adalah sebuah upacara agung yang kaya akan makna filosofis, spiritual, dan sosial.

Bagi mereka yang belum familiar, mungkin akan terkejut melihat kemeriahagaben, yang justru jauh dari suasana duka cita. Mengapa demikian? Mari kita selami lebih dalam apa itu Ngaben, makna di baliknya, serta tahapan-tahapan yang menjadikaya salah satu warisan budaya tak benda paling berharga di Indonesia.

Apa Itu Ngaben?

Secara harfiah, kata “Ngaben” berasal dari kata “Abu” (yang berarti abu) atau “Be’en” (yang berarti bekal). Namun, dalam konteks spiritual, Ngaben lebih tepat diartikan sebagai “Nga-ben-i” yang berarti membuat abu atau menyucikan dengan api. Ini adalah upacara kremasi atau pembakaran jenazah bagi umat Hindu Bali yang bertujuan untuk mengembalikan unsur-unsur pembentuk jasad (Panca Maha Bhuta) ke asalnya, serta melepaskan roh (Atma) dari ikatan duniawi menuju ke alam Pitra (leluhur) agar dapat bersatu dengan Brahman (Tuhan Yang Maha Esa).

Berbeda dengan pandangan umum di banyak budaya lain, Ngaben di Bali bukanlah upacara yang diliputi kesedihan mendalam. Sebaliknya, ia seringkali diwarnai dengauansa suka cita, seni, dan gotong royong. Hal ini didasari keyakinan bahwa kematian adalah awal dari perjalanan spiritual yang baru, bukan akhir segalanya.

Filosofi di Balik Upacara Ngaben

Ngaben tidak bisa dilepaskan dari filosofi Hindu Dharma yang mendalam, terutama konsep:

Panca Maha Bhuta

Ini adalah lima unsur dasar pembentuk alam semesta dan juga tubuh manusia. Dalam tubuh manusia, Panca Maha Bhuta terdiri dari:

  • Pertiwi (Zat Padat): Daging, tulang, kulit.
  • Apah (Zat Cair): Darah, air liur.
  • Teja (Zat Panas): Suhu tubuh.
  • Bayu (Zat Gas): Nafas.
  • Akasa (Zat Eter): Rongga tubuh.

Melalui pembakaran, kelima elemen ini diyakini akan kembali ke asalnya di alam semesta, membersihkan jasad dari segala kekotoran. Ini adalah bagian dari siklus kehidupan yang tak terpisahkan.

Atma (Roh)

Dalam Hindu, roh atau Atma dianggap abadi dan merupakan percikan kecil dari Brahman (Tuhan). Kematian hanyalah berpisahnya Atma dari badan kasar. Ngaben adalah sarana untuk membantu Atma mencapai tingkat kesucian yang lebih tinggi, membebaskaya dari belenggu duniawi, dan membimbingnya menuju alam Pitra atau bahkan Moksa (pembebasan sempurna dari siklus kelahiran dan kematian).

Konsep Karma dan Reinkarnasi

Ngaben juga terkait erat dengan kepercayaan pada Karma Phala (hasil perbuatan) dan Punarbhawa (reinkarnasi). Upacara ini diharapkan dapat membersihkan sisa-sisa karma buruk dari kehidupan sebelumnya, mempersiapkan roh untuk kelahiran kembali yang lebih baik atau mencapai penyatuan dengan Tuhan.

Tahapan Utama dalam Upacara Ngaben

Meskipun ada variasi dalam pelaksanaaya (terutama antara Ngaben perorangan dagaben massal/Ngaben Sawa Pratista), tahapan umum Ngaben meliputi:

1. Ngaben Sawa (Penyimpanan Jenazah Sementara)

Jika Ngaben tidak dapat dilakukan segera setelah meninggal (karena alasan finansial, waktu, atau penantiagaben massal), jenazah akan dikuburkan sementara atau diletakkan dalam tempat khusus di rumah (untuk jenazah yang diawetkan). Pada saatnya, jenazah akan digali kembali untuk diupacarai.

2. Memandikan dan Mempersiapkan Jenazah

Jenazah dibersihkan dan diberi busana adat, diiringi doa-doa dan mantra suci oleh pemuka agama (pemangku atau pedanda). Ini adalah proses penyucian fisik dan spiritual, mempersiapkan jasad untuk peleburan.

3. Prosesi Ngaben Menuju Setra (Kuburan/Tempat Kremasi)

Inilah bagian yang paling terlihat meriah. Jenazah diusung menggunakan Bade (menara pengusung jenazah) yang megah atau Lembu/Singa (peti jenazah berbentuk sapi/singa) di atas usungan. Prosesi ini diiringi tabuhan gamelan Baleganjur yang riuh, tarian, dayanyian. Keluarga dan masyarakat beramai-ramai mengiringi, melambangkan kebersamaan dan penghormatan terakhir.

Perjalanan seringkali dibuat berputar-putar untuk membingungkan roh agar tidak kembali ke rumah, serta sebagai simbol perjalanan roh yang panjang.

4. Pembakaran (Peleburan)

Setibanya di Setra (tempat kremasi), jenazah diletakkan di dalam Lembu/Singa atau di atas tumpukan kayu bakar yang telah disiapkan. Api suci kemudian dinyalakan oleh pemimpin upacara (Pedanda) dan keluarga. Proses pembakaran ini melambangkan peleburan unsur-unsur Panca Maha Bhuta ke asalnya dan pembebasan Atma.

5. Nganyut (Melarung Abu)

Setelah jenazah menjadi abu, sisa-sisa abu dikumpulkan, dibersihkan, dan dilarung ke laut, sungai, atau danau. Ini melambangkan pengembalian semua unsur kembali ke alam semesta, dan pembebasan roh secara sempurna dari ikatan duniawi.

6. Ngerorasin dayekah

Beberapa hari atau bulan setelah Ngaben, keluarga akan melakukan upacara lanjutan seperti Ngerorasin (penyucian roh lebih lanjut) dayekah (mengubah abu jenazah menjadi Tirta atau air suci yang kemudian diletakkan di Pura keluarga). Ini adalah tahapan untuk mengantarkan roh agar dapat berstana di merajan (pura keluarga) sebagai leluhur yang dihormati dan dimohonkan restunya.

Elemen Kunci dan Simbol dalam Ngaben

Beberapa elemen penting yang selalu hadir dalam Ngaben antara lain:

  • Bade: Menara bertingkat-tingkat yang melambangkan gunung Mahameru, pusat alam semesta, tempat bersemayamnya para dewa. Semakin tinggi tingkataya, semakin tinggi kasta atau kedudukan sosial orang yang meninggal.
  • Lembu atau Singa: Peti jenazah berbentuk lembu (sapi) bagi kasta Brahmana dan Kesatria, atau singa bagi kasta Waisya dan Sudra. Hewan-hewan ini adalah wahana Dewa, yang akan mengantarkan roh menuju surga.
  • Sesajen (Banten): Persembahan yang sangat beragam dan rumit, melambangkan rasa syukur, permohonan, dan bekal perjalanan roh.
  • Gamelan Baleganjur: Musik pengiring yang dinamis dan energik, berfungsi untuk menyemarakkan suasana sekaligus mengusir roh jahat dan menyucikan perjalanan.

Ngaben: Bukan Hanya Ritual, Tapi Perayaan Komunitas

Di luar aspek spiritualnya, Ngaben juga merupakan manifestasi kuat dari semangat gotong royong (“Paras Paros Sarpanaya”) dalam masyarakat Bali. Seluruh anggota desa adat (Banjar) akan terlibat dalam persiapan dan pelaksanaan upacara, mulai dari membuat sesajen, mengangkut Bade, hingga mengatur lalu lintas.

Ini adalah momen di mana seni ukir, arsitektur, musik, dan tarian Bali bersatu padu, menciptakan tontonan budaya yang megah dan tak terlupakan. Ngaben menegaskan kembali nilai-nilai kebersamaan, penghormatan terhadap leluhur, dan keyakinan akan siklus abadi kehidupan.

Ngaben adalah lebih dari sekadar upacara pemakaman; ia adalah sebuah perayaan kehidupan, kematian, dan kelahiran kembali dalam pandangan Hindu Bali. Dengan filosofi yang dalam, tahapan yang kompleks, dan keterlibatan komunitas yang kuat, Ngaben menjadi simbol kearifan lokal yang mengajarkan tentang pelepasan, penyucian, dan perjalanan spiritual yang abadi.

Melalui api Ngaben, umat Hindu Bali meyakini bahwa mereka tidak hanya melepas kepergian yang dicintai, tetapi juga membimbing roh menuju kesempurnaan, memastikan harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan. (*)