Scroll untuk baca artikel
Banyuasin

Martin Raih Legitimasi Kuat, Dukungan Suwito Winoto SH MH dan Desri Nago SH Perkuat Pencalonan Ketua PWI Banyuasin

×

Martin Raih Legitimasi Kuat, Dukungan Suwito Winoto SH MH dan Desri Nago SH Perkuat Pencalonan Ketua PWI Banyuasin

Sebarkan artikel ini
Laporan Khusus Andy Nopiansyah SH, Wartawan PWI Banyuasin

BERITAPRESS.ID, BANYUASIN, (25/07/2025) | Dengan semangat membara, Martin, calon Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Banyuasin periode 2025-2028, secara resmi meluncurkan visi dan misi transformatifnya dalam sebuah deklarasi yang digelar pada Sabtu (15/7/2025). Visi-misi ini tidak hanya dirancang untuk menjawab tantangan jurnalistik di era digital yang semakin kompleks, tetapi juga untuk memperkuat peran strategis pers dalam mendorong pembangunan daerah Banyuasin, dengan fokus utama pada tiga aspek fundamental: peningkatan kualitas jurnalistik, perbaikan kesejahteraan anggota, serta penguatan etika pers yang saat ini sedang diuji oleh maraknya hoaks dan tekanan oligarki media.

Lima Pilar Utama Program Martin

Dalam paparannya yang rinci, Martin menjelaskan bahwa seluruh program kerjanya berdiri di atas lima pilar utama yang mengadopsi konsep 5W+1H, sebuah pendekatan komprehensif yang mencakup semua dimensi kebutuhan organisasi.

Program ini secara inklusif dirancang untuk menyentuh seluruh lapisan anggota PWI Banyuasin tanpa terkecuali, mulai dari wartawan media cetak dan digital hingga para freelancer yang selama ini seringkali termarjinalkan, sekaligus memberikan manfaat nyata bagi masyarakat Banyuasin melalui penyajian jurnalisme yang berkualitas dan pengawasan kebijakan publik yang lebih efektif.

Martin mengusulkan beberapa terobosan konkret seperti program Pelatihan Berjenjang yang akan bekerja sama dengan PWI Pusat untuk menyelenggarakan sertifikasi kompetensi wartawan, pembuatan Job Portal & Co-Working Space sebagai solusi digital inovatif untuk meningkatkan kesejahteraan anggota, serta pengaktifan kembali Dewan Kehormatan Daerah yang akan berperan ganda sebagai pengawas etika pers dan mediator dalam menyelesaikan berbagai konflik internal yang mungkin timbul.

Rencana eksekusi program ini dibagi secara sistematis menjadi tiga fase waktu: fase jangka pendek (100 hari kerja pertama) yang akan fokus pada aktivasi job portal dan pelatihan dasar, fase jangka menengah (1 tahun) dengan agenda penyusunan Perda perlindungan wartawan, serta fase jangka panjang (2026-2028) yang akan diisi dengan pembangunan sekolah jurnalisme lokal sebagai upaya menciptakan regenerasi wartawan yang berkualitas dan berintegritas.

Seluruh kegiatan akan berpusat di Kantor PWI Banyuasin dengan menjalin kolaborasi strategis bersama berbagai institusi penting seperti Universitas Sriwijaya (Unsri) dan IAIN, Universitas Terbuka (UT) untuk penyelenggaraan pelatihan, serta Media Forum yang rencananya akan digelar secara rutin di gedung DPRD Banyuasin guna memfasilitasi dialog konstruktif antara wartawan, pemerintah, dan masyarakat.

Martin dengan tegas menyoroti dua isu krusial yang menjadi latar belakang utama penyusunan program ini: pertama, krisis kredibilitas media yang semakin parah akibat maraknya hoaks dan dominasi oligarki media yang membutuhkan kehadiran jurnalis independen dan terampil, serta kedua, masalah kronis kesejahteraan wartawan di mana data menunjukkan 60% anggota PWI Banyuasin masih berstatus freelancer tanpa jaminan sosial yang memadai.

Terakhir, Martin menjelaskan secara transparan bahwa sumber anggaran akan bersumber dari tiga pilar utama yaitu dana hibah pemda, CSR perusahaan, dan iuran anggota, dengan sistem pengawasan ketat melalui laporan pertanggungjawaban triwulanan yang terbuka untuk semua anggota serta evaluasi kinerja berkala yang berpedoman pada AD/ART PWI khususnya Pasal 3 dan 7 yang mengatur tentang peningkatan kualitas pers nasional dan kepatuhan pada kode etik jurnalistik.

Dukungan dan Respons Positif dari Berbagai Pihak

Dalam kesempatan tersebut, Martin menegaskan kembali komitmennya untuk menjalankan seluruh program dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas tinggi, berpedoman ketat pada AD/ART PWI khususnya Pasal 3 tentang tujuan organisasi, Pasal 7 mengenai kewajiban anggota, serta Pasal 10-12 yang mengatur mekanisme musyawarah dan pertanggungjawaban pengurus. “Kami ingin memastikan bahwa setiap langkah yang diambil benar-benar transparan dan dapat dipertanggungjawabkan kepada seluruh anggota,” ujarnya dengan penuh keyakinan.

Sebagai aksi nyata pertama yang akan segera direalisasikan, Martin mengumumkan akan menyelenggarakan “Pelatihan Jurnalistik Daring Gratis” bagi 50 anggota pada Agustus 2024 mendatang. Pelatihan ini diharapkan menjadi batu loncatan awal untuk meningkatkan kapasitas anggota dalam menghadapi tantangan jurnalistik kontemporer sekaligus menjadi bukti keseriusannya dalam mewujudkan janji-janji kampanye.

Analisis Mendalam dari Pakar Hukum

Suwito Winoto SH MH, praktisi hukum yang aktif mendampingi berbagai kasus pers di Sumatera Selatan, memberikan analisis komprehensif mengenai pencalonan Martin ini. Dari aspek legal formal, Suwito menyatakan bahwa pencalonan Martin telah memenuhi semua persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 15 AD/ART PWI, khususnya mengenai masa bakti minimal 5 tahun sebagai wartawan yang dibuktikan dengan pengalaman Martin sebagai Wakil Pemimpin Redaksi di media lokal selama 7 tahun terakhir.

Lebih lanjut Suwito menjelaskan bahwa program-program yang diusung Martin menunjukkan keselarasan yang baik dengan UU No. 40/1999 tentang Pers, terutama dalam hal perlindungan wartawan yang sejalan dengan Pasal 4 tentang jaminan kemerdekaan pers, serta program pelatihan jurnalistik yang mendukung implementasi Pasal 7 mengenai peningkatan kualitas SDM pers.

“Yang patut diapresiasi adalah visi transparansi informasi publik yang diusung Martin, yang tidak hanya relevan dengan Perda Sumsel No. 8/2021 tetapi juga sejalan dengan semangat reformasi birokrasi,” jelas Suwito.

Namun demikian, Suwito juga mengingatkan beberapa potensi risiko hukum yang perlu diwaspadai, terutama mengenai dualitas peran Martin sebagai wartawan aktif sekaligus ketua organisasi yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dalam pemberitaan, serta aspek akuntabilitas keuangan organisasi nirlaba yang harus memenuhi standar pelaporan sesuai UU No. 17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Untuk mengantisipasi hal ini, Suwito merekomendasikan tiga langkah strategis: penyusunan legal opinion komprehensif, pembentukan posko konsultasi hukum pro bono, dan penyempurnaan AD/ART PWI Banyuasin agar lebih responsif terhadap perkembangan hukum media terkini.

Perspektif Kritis dari Aktivis Reformasi

Desri Nago SH, advokat sekaligus penggiat aktivis 1998, memberikan pandangan yang lebih kritis dengan menyoroti tiga dimensi penting dalam pencalonan Martin ini. Dari dimensi jurnalistik, Desri mengakui rekam jejak Martin sebagai jurnalis yang intens meliput Pilkada Banyuasin menunjukkan akses politik yang kuat, namun hal ini justru memunculkan pertanyaan kritis tentang kemungkinan berkurangnya independensi organisasi.

“Dari dimensi kekuasaan, fakta bahwa Martin berada di garis depan dalam peliputan pilkada membuktikan kesadaran politik yang tinggi. Namun kita harus ingat, PWI seharusnya berperan sebagai mitra kritis pemerintah, bukan sekadar menjadi corong kekuasaan,” tegas Desri.

Desri juga mengingatkan risiko pelanggaran Pasal 8 Kode Etik Jurnalistik tentang konflik kepentingan mengingat status ganda Martin. Untuk mengatasi ini, Desri memberikan tiga rekomendasi strategis: pembangunan Chinese Wall yang jelas antara peran jurnalis dan organisasi, penyusunan MoU yang ketat dengan Pemkab, serta penyusunan agenda prioritas yang terstruktur mulai dari konsolidasi internal hingga penguatan ekonomi kreatif insan pers.

Penutup: Antara Tantangan dan Harapan

Dengan mengusung slogan #PWIBanyuasinBerkarya dan #JurnalisProgresif, Martin menyatakan komitmen penuhnya untuk membawa PWI Banyuasin menuju era baru yang lebih solid, profesional, dan berintegritas. Namun sebagaimana ditegaskan Desri Nago, “Pilihan Martin ke depan akan menjadi penentu apakah PWI Banyuasin akan konsisten sebagai penjaga demokrasi atau justru terjebak menjadi juru bicara kekuasaan.”

Tantangan terbesar Martin adalah menjaga keseimbangan yang tepat antara memanfaatkan akses politik untuk kepentingan organisasi dengan tetap menjaga independensi sebagai organisasi pers. Kesuksesan kepemimpinannya akan sangat bergantung pada kemampuannya menegakkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan independensi secara konsisten, sambil terus membangun sinergi dengan semua pemangku kepentingan untuk mewujudkan visi besar penguatan pers di Banyuasin.