Scroll untuk baca artikel
Migas

Mangrove, Nafas Baru dari Sungsang

×

Mangrove, Nafas Baru dari Sungsang

Sebarkan artikel ini

BERITAPRESS.ID, SUNGSANG | Pagi di tepian Desa Sungsang IV, Banyuasin, bukan hanya diisi debur ombak yang berkejaran dengan angin laut. Hari itu, riuh suara wartawan dengan rompi, topi, dan sepatu boot menyatu dengan lumpur dan akar bakau. Mereka datang bukan hanya membawa pena dan kamera, tapi juga menanam harapan, bibit mangrove yang kelak menjadi benteng hidup pesisir.

Di sela-sela itu, ada kisah yang lebih besar dari sekadar liputan lapangan. Sebuah kisah tentang bagaimana mangrove bukan hanya menyelamatkan laut, tetapi juga menghidupi manusia.

Dari Hutan ke Dapur, Dari Alam ke Harapan

Penanaman bibit mangrove saat Field Trip Forum Jurnalis Migas (FJM) 2025 yang digelar SKK Migas–KKKS Sumbagsel.

“Bagi kami, mangrove itu nafas,” ucap Nurlaela, Ketua UMKM Sungsang IV, dengan senyum yang tak bisa disembunyikan.

Perempuan berkerudung merah itu menenteng beragam produk olahan: sabun antiseptik dari buah pedada, sirup segar, dodol manis, hingga sprei nyamuk. Dari udang segar hasil tangkapan nelayan, ia meracik pempek khas Sungsang yang kini dikenal hingga meja artis dan tokoh nasional.

Sejak 2003, Nurlaela merintis usahanya dari nol. “Dulu kirim pempek lewat kantor pos, sekarang sudah ada mobil distribusi,” kenangnya, bangga.

Dukungan dari PT Pertamina EP Ramba Field, berupa kulkas, freezer, hingga mesin vakum, membuatnya semakin percaya diri. Ia menolak menggunakan pewarna dan pengawet:

“Pempek udang kita alami, tanpa tambahan kimia. Alhamdulillah peminatnya banyak, bahkan sudah sampai Bogor dan Jakarta,” ujarnya.

Pempek Udang produksi Nurlela

Ekonomi yang Bertumbuh Bersama Warga

Kini, usahanya melibatkan tujuh karyawan dengan sistem kerja sederhana. “Kalau setengah hari kerja, gajinya Rp50 ribu. Kalau lembur sampai malam, bisa Rp100 ribu,” jelas Nurlaela.

Di Sungsang, pekerjaan ini lebih dari sekadar mencari nafkah. Ada rasa kebersamaan yang tumbuh bersama setiap produk yang dihasilkan. Omzet usahanya pun berkembang, dari Rp15 juta per bulan hingga bisa menembus Rp60 juta saat Lebaran. Angka yang bukan sekadar keuntungan pribadi, tetapi denyut ekonomi yang menghidupi satu desa.

Limbah Jadi Inovasi: Sabun Pedada

Buah pedada sabun antiseptik alami.

Di tangan warga, buah pedada yang dulu dianggap tak berguna berubah jadi sabun antiseptik alami. Kandungan antibakterinya membuat sabun ini ramah kesehatan sekaligus ramah lingkungan. Prosesnya sederhana: buah diekstrak, dicampur minyak kelapa, diolah dengan bahan dasar sabun, lalu siap dipasarkan.

Sabun pedada menjadi bukti bahwa hutan mangrove memberi lebih dari sekadar kayu atau pelindung abrasi. Ia memberi peluang baru, ide baru, bahkan identitas baru bagi masyarakat pesisir.

Lebih dari Sekadar Pohon

Cerita Nurlaela hanyalah satu potongan kecil dari ratusan warga Sungsang yang hidupnya berakar pada mangrove. Bagi mereka, setiap pohon bakau adalah pagar dari abrasi. Setiap buah pedada adalah peluang usaha. Setiap batang yang tumbuh adalah harapan masa depan.

Field Trip Forum Jurnalis Migas (FJM) 2025 yang digelar SKK Migas–KKKS Sumbagsel bersama Forum Jurnalis Migas Sumsel, menghadirkan makna lebih dari sekadar liputan. Ratusan bibit mangrove yang ditanam jurnalis dan humas perusahaan migas hari itu bukan hanya simbol, tapi jejak nyata warisan hijau.

“Kalau bukan mangrove, entah bagaimana nasib kami,” kata Nurlaela lirih, menatap lebatnya bakau yang melindungi desanya.

Nafas Baru dari Laut

Mangrove di Sungsang adalah rumah bagi biota laut, dapur bagi UMKM, benteng dari abrasi, sekaligus harapan bagi generasi berikutnya. Di setiap akarnya, kehidupan berpegangan erat. Di setiap daunnya, ada doa yang menggantung di langit pesisir Sumatera Selatan.

“Mangrove itu paru-paru dunia,” ujar Kepala Departemen Formalitas dan Komunikasi SKK Migas Sumbagsel, Syafei Syafri, menegaskan pentingnya menjaga kelestarian.

Di Sungsang, mangrove bukan hanya pohon. Ia adalah nafas baru. Nafas yang menjaga laut, menjaga manusia, dan menjaga masa depan.

Penulis : Muhammad Asri