BERITAPRESS, PALI | Giat survei Seismik 3D Idaman di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Provinsi Sumsel, yang dilaksanakan oleh PT Daqing Citra PTS makin membuat masyarakat yang terdampak jadi geram dan kesal. Pasalnya, meski telah dilarang karena tanpa izin, mereka tetap saja beroperasi secara “kucing-kucingan”.
Dituturkan Herman, warga Desa Purun Kecamatan Penukal, Kabupaten PALI, mereka telah berulangkali melarang kru perusahaan itu untuk bekerja di lahan kebun mereka, karena tanpa permisi serta belum ada kesepakatan kompensasi yang wajar.
Namun begitu, meski bentangan kabel mereka telah berulangkali diminta untuk digulung, secara diam-diam tanpa sepengetahuannya, para pekerja itu kembali menggelar kabel dan bersiap untuk melakukan peledakan dinamit, di setiap lobang bor yang telah mereka kerjakan sebelumnya.
“Hampir setiap hari kami minta kabel agar digulung, karena kami belum mengizinkan, sebelum ada kesepakatan yang jelas dan sesuai dengan keinginan kami. Namun usai dilarang, secara diam-diam, bila kami tak ada di kebun, mereka kembali membentangkan kabel seismik itu,” cetusnya kesal.
Maka, pada Minggu (25/8/2024) pagi, ia bersama dengan belasan warga lainnya, sesama pemilik lahan yang terdampak survei seismik 3D Idaman, di wilayah Desa Purun, di line #24 dan sekitarnya, di dampingi Kuasa Hukum dari LBH PALI, Adv J. Sadewo,SH.,MH. dan rekan, kembali menyetop aktivitas kru seismik, serta meminta mereka menggulung kabel yang telah terbentang lagi.
Dikatakan J. Sadewo, mereka sekali lagi menyatakan melarang segala bentuk aktivitas kru PT Daqing di atas lahan milik kliennya yang berjumlah sekira 27 bidang di area itu. Larangan itu berlaku sepanjang belum ada kesepakatan antara perusahaan itu dengan pihaknya.
“Jadi jangan lagi dibentangkan kabel di sini. Juga tidak ada lagi kucing-kucingan dengan kami. Apabila masih saja, maka perbuatan mereka itu akan kami laporkan ke ranah hukum,” tegasnya kepada sejumlah wartawan, di lokasi.
Lebih jauh, pria yang juga berprofesi sebagai jurnalis itu, menyayangkan sejauh ini perwakilan PT Daqing belum ada yang mencoba berkomunikasi dan bermusyawarah dengan pihaknya. Padahal kegiatan itu telah berlangsung sejak berbulan-bulan lalu.
“Ini bukti PT Daqing tidak punya adab dan etika. Kalau masuk lahan orang izin dulu. Ajak diskusi pemiliknya. Mau diberi kompensasi seperti apa dan disepakati nilainya. Bukan dengan ngotot dan menakuti rakyat pakai oknum aparat, tukasnya.
Pergub Sumsel nomor 40 tahun 2017, jelasnya, hanya sebagai pedoman saja. Tidak bersifat kaku, karena terdapat tafsir klausa nilai minimal serta keputusan diperoleh dari musyawarah mufakat. Sehingga artinya sangat fleksibel dan disesuaikan dengan nilai wajar di daerah tersebut.
“Selanjutnya, Kita sedang pertimbangkan untuk mengirim somasi pada perusahaan ini. Kita kasih limit waktu untuk menyelesaikan persoalan dengan warga. Bila abai akan kita segera tuntut secara hukum saja,” pungkasnya.
Reporter : Candra