Scroll untuk baca artikel
Ngakak

Inovasi Irit Tapi Nendang, Canggih Tanpa Bikin Bokek!

×

Inovasi Irit Tapi Nendang, Canggih Tanpa Bikin Bokek!

Sebarkan artikel ini
foto : BI

Teknologi Murah, Akal Cemerlang, dan Humor yang Menyelamatkan

DI tengah dunia yang makin doyan ngeluarin jargon canggih, Frugal Innovation Indonesia datang kayak anak kos yang pintar akal tapi tetap gaya. Nggak perlu duit segudang buat keliatan keren, cukup ide brilian, sentuhan digital, dan sedikit logika hemat ala emak-emak pas belanja di pasar. Inilah wajah baru inovasi digital Indonesia karena irit tapi nendang, canggih tapi gak bikin kantong megap-megap.

Konsep itu punya nama keren, frugal innovation, alias inovasi hemat tapi nendang!

Itu yang jadi roh acara Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) x IFSE 2025 di JCC Jakarta.
Di sana, para pejabat, inovator, dan akademisi sepakat bahwa teknologi sejati bukan yang bikin “wow”, tapi yang bikin …”wah…murah juga ya ini!”.

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, bilang dengan gaya khasnya yang tenang tapi nyentil, “Inovasi harus relevan, efisien, dan inklusif. Bukan cuma keren, tapi kepake”

Makjleb, Bro…
Soalnya kalau teknologi cuma bikin hidup rakyat tambah ribet, itu bukan kemajuan itu keblingeran digital.
Maka dari itu, BI dorong frugal innovation buat bantu petani, UMKM, dan rakyat kecil naik kelas digital tanpa harus jadi korban iklan gadget mahal.

Bayangin aja ya… misalnya petani jual hasil panen lewat aplikasi, duit langsung masuk dompet digital, tengkulak manyun.. dan akhirnya tinggal jadi kenangan. hehehe.. 
Inilah, baru namanya inovasi yang bikin perut kenyang, bukan kepala pusing.

Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, ikut nimbrung dengan ide segar “Kemajuan bangsa tergantung cara kita mengelola sumber daya”. katanya dalam rilis resmi dilaman BI.

Nah loh.
Kalau dulu petani lihat langit buat nebak musim tanam, sekarang bisa pakai sensor sederhana buatan anak negeri.
Modalnya gak sampai harga sandal kulit, tapi hasilnya bisa ngatur tanam biar gak salah musim.
Inilah digitalisasi versi rakyat dari sawah ke server, dari cangkul ke chip.

Deputi Gubernur BI, Juda Agung, lempar satu kalimat yang layak masuk tembok motivasi kantor startup “Digitalisasi inklusif itu, bukan soal superchip, tapi soal empati”

Boom…!
AI boleh pinter, tapi kalau gak ngerti perasaan rakyat kecil, ya percuma.
Teknologi tanpa empati itu kayak pesan WA tanpa emotikon, dingin dan gak nyambung.
Makanya, AI dan frugal innovation ibarat duet otak dan hati, satu ngitung, satu peduli.
Kalau dua-duanya jalan, jadilah teknologi yang bukan cuma pintar, tapi juga manusiawi.

FEKDI x IFSE 2025 ini bukan sekadar pamer kecanggihan, tapi bukti kalau digitalisasi Indonesia berdiri di atas gotong royong.

Ada BI, OJK, Kemenko Perekonomian, Kemenko Pangan, Kominfo, Bappenas, semuanya turun tangan.

Kalau di luar negeri disebut collaboration, di sini cukup disebut ngopi bareng sambil cari solusi.Itulah DNA Indonesia digitalisasi bukan soal “siapa paling canggih”, tapi “siapa paling bareng-bareng”.

Nah, pelajaran paling berharga dari FEKDI 2025 ini “Teknologi terbaik bukan yang paling mahal, tapi yang paling berguna”.

Jadi, Frugal innovation jadi bukti bahwa keterbatasan justru melahirkan kecerdikan.
Kita gak perlu jadi Silicon Valley, cukup jadi Sili-Kampung Valley yang jujur, hemat, dan kreatif.
Dan jangan salah, kadang ide terbaik justru lahir dari keterdesakan, bukan kemewahan.

Kalau disimpulkan gaya warung kopi “Orang lain sibuk bikin AI buat ke Mars, kita bikin aplikasi biar harga cabai gak ke orbit”

Itulah Indonesia, bangsa yang gak butuh teknologi mahal untuk membuktikan dirinya hebat.
Selama kita bisa berinovasi dengan hati, empati, dan sedikit akal “ngirit”, maka masa depan digital itu bukan mimpi, tapi kenyataan yang kita cicil bareng-bareng.

Dan kalau ada yang nanya,

“Bisa ya maju digital tanpa duit banyak?”

Jawab aja “Bisa, Bro… wong emak-emak tiap awal bulan aja udah CEO Frugal Innovation kok!” [***]