Scroll untuk baca artikel
Hukrim

Edi Siswanto SH: Hentikan Kerjasama dengan PT BCR Terkait Revitalisasi Pasar 16

×

Edi Siswanto SH: Hentikan Kerjasama dengan PT BCR Terkait Revitalisasi Pasar 16

Sebarkan artikel ini
Edi Siswanto SH

BERITAPRESS, PALEMBANG | Terkait adanya sosialisasi revitalisasi yang dilakukan PT BCR dengan Perumdam Pasar Palembang ini akhirnya kuasa hukum Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) Pasar 16, Edi Siswanto SH langsung angkat bicara karena pedagang akan tetap mempertahankan hak mereka dan tetap berjualan di pasar 16 Ilir dan juga tidak mau pindah, Rabu (16/10/2024).

Sosialiasi tersebut melibatkan aparat Polri, TNI dan Pol PP. Keberadaan Polisi, TNI dan Pol PP dirasakan oleh pemilik Satuan Rumah Susun Gedung Pasar 16 sebagai bentuk intimidasi, Alih – alih rencana revitalisasi Pasar 16 Ilir.

Pada dasarnya pemilik Sarusun dan pedagang yang ada di dalam gedung Pasar 16 mendukung rencana program revitalisasi Pemkot Palembang tersebut. Namun tidak dengan menghilangkan hak – hak kepemilikan atas satuan rumah susun berupa kios atau petak sebagai tempat mencari nafkah.Meski Pemkot Palembang mengklaim SHGB Pasar 16 Ilir telah habis masa berlakunya di tahun 2016, akan tetapi aturan SHM SRS terpisah dan tidak ada batas waktunya.

Ratusan pedagang pun protes, dengan menyampaikan keresahan dan membawa spanduk bertuliskan, “Tangkap pelaku pengerusakan dan penjarahan kios di gedung Pasar 16 Ilir,” lalu “Kami pemilik kios yang sah menurut UU No 20 tahun 2011.

Dalam perkara ini “Kami rela mati untuk mempertahankan hak kami, karena kami memiliki SHM SRS yang kami dapatkan secara sah,” serta spanduk bertuliskan, kami meminta kepada PJ Walikota Palembang jangan bertindak sewenang-wenang.

Apla selaku Ketua Perhimpunan Pemilik Penghuni Satuan Rumah Susun atau P3SRS Pasar 16 Ilir mengatakan bahwa adanya tujuan sosialisasi dan ingin memasukan kembali PT.BCR untuk pengelolaan gedung, tentu para pedagang menolak dengan keras.

“Karena semenjak kejadian tanggal 8 September kemarin, pihak PT.BCR, Perumda Pasar Jaya maupun Walikota sama sekali tidak ada perhatian terhadap kami, kami mengelola sendiri pasar ini, sudah kami utarakan ke Dirut Perumda Pasar Jaya, yang akan masuk lagi kesini, dan kami ingin, laporan (LP) di Polda Sumsel terhadap pengerusakan dan penjarahan terhadap kios-kios kami di tanggal 8 September untuk diproses dulu! baru kami akan membuka dialog,” tegas Apla

Apla menegaskan, pedagang mengizinkan Perumda Pasar Jaya masuk kesini, untuk mengelola kembali.

“Dengan catatan, kami dari pedagang sudah menyampaikan bahwa, kami menolak sama sekali PT.BCR, untuk masuk ke Pasar 16 Ilir! karena dari pihak PT.BCR sendiri ternyata merekalah yang merusak tatanan dan kerukunan di Pasar 16 Ilir ini,” tegas Apla.

Sementara itu, Edi Siswanto SH selaku kuasa hukum P3SRS pedagang Pasar 16 Ilir mengatakan, judul masalah ini, berdasarkan sprint yang dilihat dari Sat PolPP, agenda kunjungan ke Pasar 16 Ilir, “Sosialisasi Revitalisasi yang dilakukan PT.BCR dengan Perumda Pasar Jaya.

“Akan tetapi yang terjadi itu, upaya “Memaksa Pemilik Satuan Rumah Susun (SRS) untuk Keluar dari Gedung Pasar 16 Ilir, dengan Dalih Sosialisasi,” ungkapnya.

Karena saat melakukan Sosialisasi itu kami lihat, ada pengerahan aparat kepolisian dan TNI, jadi kesannya seperti Eksekusi!, nah padahal judulnya Sosialisasi.

“Sedangkan kalau ada aparat kepolisian dan TNI kesannya Eksekusi biasanya. Nah kalau Eksekusi, putusan Pengadilan yang mana yang mau dieksekusi? Jadi kalau kami simpulkan yang terjadi seperti intimidasi, oleh Aparat Penegak Hukum,” timbang Edi.

Saat disinggung rencana Revitalisasi Edi menegaskan, pemerintah kota ini apa dasarnya? sehingga seakan mengorbankan nasib 500 pemilik lapak, yang jelas-jelas memiliki sertifikat hak milik atau SHM SRS, ditamba pedagang lainnya, bahkan mencapai 2000 pedagang yang ada.

Rencana Revitalisasi Pasar 16 Ilir ini tidak ada dasar hukumnya! sudah berkali-kali saya sampaikan kepada Pemkot Palembang, pada Kepolisian, pada Perumda Pasar Jaya, dan PT.BCR.

“Bahwa mereka tidak punya alasan dan dasar hukum! yang menyatakan atau beranggapan SHM SRS satuan rumah susun pemilik gedung Pasar 16 Ilir itu telah habis masa berlakunya. Jadi tidak ada dasar hukumnya! karena Undang-undang Sarusun nomor 20 tahun 2011 tentang tentang SRS itu, tidak ada pasal yang mengatur menyatakan SHM SRS punya batas waktu,” tegasnya.

Kalau mereka beranggapan seperti itu, itu anggapan mereka sendiri, tanpa ada dasar hukum! kalau itu dilakukan upaya paksa. Berarti main hakim sendiri ya kan. Berarti perbuatan melawan hukum.

Edi Siswanto mewakili ribuan pedagang Pasar 16 Ilir, menaruh harapan kepada Pemerintah kota Palembang, agar menghentikan kerjasama dengan PT.BCR! Lalu dudukan pemilik Satuan Rumah Susun (SRS) ajak berdialog, bagaimana maunya dengan Pasar 16 Ilir ini.

“Kalau itu terkait dengan Revitalisasi, maka bicarakan dengan pemilik SHM SRS, mengenai biaya Revitalisasi, seperti apa solusi penyelesaiannya? itu harapan kita,” terangnya.

Edi Siswanto menegaskan, Indonesia negara hukum yang menganut sistem rekstat bukan makstat atau kekuasaan, jadi mengacu ke UU Sarusun No 20 tahun 2011 mengatur bahwa, yang punya kewenangan mengelola gedung Pasar 16 Ilir ini, adalah para pemilik satuan rumah susun dibawah naungan P3SRS, developer perusahaan swasta diawal pembangunan Pasar 16 Ilir ini adalah PT.Prabu Makmur, karena PT Prabu Makmur yang membangun gedung Pasar 16 Ilir. Sebab pemerintah kota Palembang tidak punya anggaran.

“Setelah gedung Pasar 16 Ilir dibangun PT.Prabu Makmur, dengan kios-kiosnya telah dijual kepada para pemilik satuan rumah susun (SRS). Maka sejak saat itu seharusnya, pihak swasta tidak punya kewenangan apa pun. Jadi yang punya kewenangan terhadap gedung Pasar 16 Ilir ini, terhadap hasil retribusi dari pedagang, yang berwenang seharusnya PT.Prabu Makmur,” bebernya.

“Sebab PT.Prabu Makmur yang membangun, akan tetapi PT.Prabu Makmur sudah habis masa pengelolaannya berdasarkan SHGB. Nah seyogyanya, pengelolaan Pasar 16 Ilir ini, dilakukan P3SRS, kalau mengacu pada UU Sarusun No 20 tahun 2011. Atau disupervisi oleh Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pasar Jaya selaku perusahaan swasta milik Pemkot Palembang,” terangnya.

Edi mewakili sekitar 200 pemilik Sarusun/pedagang Pasar 16 Ilir sudah berkali-kali meminta dan menghimbau, bersurat kepada Kapolrestabes Palembang, Kapolda Sumsel, untuk tidak mem back up PT.BCR terkait upaya paksa untuk merelokasi Pemilik Sarusun dan pedagang dari dalam gedung Pasar 16, karena sebagian besar pedagang memiliki bukti kepemilikan berupa SHMSRS, jadi Polisi tidak boleh terlibat dalam permasalahan ini, menurut hukum penyelesaiannya di Peradilan Perdata. Sehingga aparat kepolisian untuk tidak melakukan pengamanan terhadap PT.BCR dan Perumda Pasar Jaya, terkait Revitalisasi gedung, karena tidak ada potensi pidana dan bukan urusan aparat Kepolisian.

Aparat kepolisian seyogyanya berhati hati karena konflik revitalisasi ini sarat dengan kepentingan pihak swasta dalam hal ini PT.BCR yang tiba – tiba saja ditahun 2024 mengklaim sebagai pemegang HGB atas gedung Pasar 16. Padahal ada pihak swasta lain yang secara undangan-undang mendapatkan prioritas untuk HGB nya diperpanjang masa berlakunya, pihak swasta tersebut adalah PT Prabu Makmur yang dengan modal sendiri membangun Gedung Pasar 16 pasca kebakaran ditahun 1994.

Menurut Edi, rencana Revitalisasi tidak tepat untuk dilaksanakan di gedung pasar 16, gedung tersebut masih layak huni, hanya saja kurang perawatan, nah perawatan. Terkait dengan kutangya perawatan semestinya merupakan tanggung jawab Perumda Pasar Palembang Jaya karena uang perawatan itu ada yaitu dari retribusi yang dipungut perhari dari para pemilik Sarusun dan pedagang.Tapi tidak pernah dilakukan dan uang restribusi pedagang itu tidak tahu mengalir kemana? karena yang mengutip restribusi PT.BCR dan Perumda Pasar Jaya. Tapi tidak pernah dilakukan perawatan gedung selama ini.

“Sudah sangat carut marut pengelolaan management Pasar 16 Ilir ini, restribusi diambil dari pemilik SRS itu. Karena saat diminta pertanggungjawaban, kemana mengalir restribusi pedagang ini? seharusnya para penegak hukum seperti Kejaksaan minta pertanggungjawaban aliran retribusi dari pedagang ini,” pintanya.

Menanggapi statemen Perumda Pasar Palembang Jaya dan PJ Walikota yang mengatakan bahwa 120 pedagang telah mendaftar untuk bersedia membeli kios dan bersedia di relokasi, Edy Siswanto menegaskan, bahwa yang mendaftar itu sebagian besar bukan pemilik Sarusun atau kios yang ada di dalam gedung pasar 16. Yang memiliki kios mana mau mendaftar atau membeli karena mereka sudah punya hak. (Arman)