BERITAPRESS.ID, LAHAT | Angkutan batu bara kembali memicu keresahan masyarakat karena menimbulkan kemacetan parah, debu, kerusakan jalan, serta risiko kecelakaan fatal di jalan umum. Kondisi ini sudah berlangsung belasan tahun terutama di jalur lintas Lahat–Muara Enim, sehingga warga menegaskan tidak ingin lagi penggunaan jalan nasional untuk angkutan batu bara.
Tokoh masyarakat Lahat, H. Ali Azmi, SE, menyampaikan bahwa warga akan mengawal secara ketat tenggat waktu pembangunan jalan khusus (hauling) sebagaimana perintah Gubernur Sumsel Herman Deru.
“1 Januari 2026 jalan khusus harus sudah mulai beroperasi agar angkutan batu bara tidak lagi menggunakan jalan nasional, dan ini tidak ada tawar menawar lagi,” ujarnya tegas.
Ali Azmi mengatakan persoalan pembebasan lahan memang menjadi kendala, namun pemerintah harus serius mendorong percepatan pembangunan dan menghadirkan regulasi yang tidak menimbulkan masalah baru di kemudian hari.
“Ada lahan masyarakat yang harus diselesaikan terlebih dahulu, termasuk pengalihan fungsi lahan HGU perkebunan sawit menjadi jalan hauling yang bersentuhan langsung dengan warga,” kata Ali Azmi.
Ia kembali menegaskan bahwa dampak angkutan batu bara sudah berada pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan.
“Akibat angkutan batu bara melintas di jalan umum sudah stadium 5. Banyak kecelakaan dan korban jiwa, jalan rusak, debu berbahaya, dan kemacetan parah yang mengganggu aktivitas warga,” tutupnya.
Empat Perusahaan Hauling Sedang Berprogres
Pengamat transportir batu bara, Bung Benny, menjelaskan bahwa ada empat perusahaan yang tengah mempersiapkan pembangunan jalan hauling.
“Yang pertama PT RMK dari Muara Enim, kedua PT Abani Lahat–Pali dalam proses, ketiga PT LBA Lahat menuju Servo, dan keempat PT ALR yang juga sedang tahap pengerjaan,” katanya.
Menurutnya, protes warga di berbagai kabupaten sudah memasuki titik jenuh sehingga pemerintah wajib memastikan aturan dipatuhi.
Benny optimistis pembangunan hauling khusus area Lahat dapat selesai sesuai tenggat.
“Khusus tambang di Lahat, jalan hauling yang dikerjakan PT LBA dan PT ALR akan selesai sesuai deadline. 1 Januari 2026 armada batu bara tidak lagi melintas di jalan umum,” ujarnya.
Terkait izin dan penggunaan lahan HGU, ia menegaskan prosesnya berjalan sesuai aturan.
“Alhamdulillah semuanya sedang dalam proses, baik jalan yang melalui HGU perkebunan sawit maupun jalan Pertamina sudah on the track, tidak ada masalah,” tegasnya.
Benny mengingatkan bahwa pekerjaan tidak boleh dilakukan tanpa dasar hukum.
“Apa iya kita mau mati konyol? Andai kita tidak punya dasar hukum, kita bisa kena proses hukum. Sekarang PT ALR sudah menggusur tanam tumbuh di atas lahan yang akan dijadikan jalan hauling—jelas kita tidak asal gusur.”
GNPK-RI: Jangan Sampai Warga Kembali Turun ke Jalan
Ketua PW GNPK-RI Provinsi Sumatera Selatan, Aprizal Muslim, mengatakan bahwa pemerintah harus benar-benar memastikan deadline tidak molor lagi.
“Jangan sampai masyarakat kembali menggelar demonstrasi, mendirikan posko swadaya, menanam pisang di jalan, hingga mengumpulkan petisi untuk menolak angkutan batu bara di jalan umum,” ujarnya.
Menurut Aprizal, tuntutan penggunaan jalan khusus sudah disuarakan puluhan tahun dan masyarakat tidak ingin lagi alasan berulang.
Ia menegaskan bahwa mulai 1 Januari 2026, jalan negara harus bebas dari angkutan batu bara.
“Harapan kita, setelah beroperasi jalan hauling ini jangan sampai menuai masalah baru. Ada tanah ulayat dan HGU perkebunan sawit dalam trase jalan hauling yang harus diselesaikan sejak awal agar tidak menjadi persoalan di kemudian hari,” tutupnya.
Laporan wartawan: Tian

























