“Transformasi digital bikin antre BLT tinggal kenangan, Pos Indonesia ubah cara salur bantuan jadi cepat, aman, dan manusiawi”
ZAMAN dulu kala, sebelum dunia mengenal barcode, QR code, dan digitalisasi antrean BLT di kantor pos itu ibaratnya ikutan audisi ‘Indonesian Idol’. Ribuan orang ngantri, semua berharap “giliran mereka segera tiba” Tapi bedanya, kalau di Indonesian Idol itu, kamu nyanyi, di sini kamu lebih banyak ngulet sambil kipas-kipas pakai amplop kosong.
Nah, kini dunia berubah. Kantor pos pun berubah. Tak lagi cuma tempat kirim surat cinta ke gebetan LDR atau ambil paket Shopee yang salah kirim. Kini, kantor pos menjelma jadi pusat logistik dan keuangan digital yang wah banget. Pokoknya, lebih cepat dari mantan yang udah move on duluan!
Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menyampaikan kabar gembira: sekarang penerima BLT Kesra gak perlu lagi antre kayak ular naga panjangnya bukan kepalang. Pemerintah menerapkan sistem undangan digital dan barcode. Jadi, cukup datang sesuai jadwal, bawa surat undangan yang udah ada barcode-nya, tunjukin identitas, lalu cling!, uang bantuan langsung mendarat di tangan.
Cepat, efisien, dan yang paling penting manusiawi.
Gak ada lagi drama nenek-nenek lemas karena antre dari Subuh, atau bapak-bapak ngamuk karena nomornya kelewat pas lagi ke warung beli kopi. “Sekarang penerima bansos tidak harus antre mengular karena sudah menggunakan sistem undangan, dan pelayanannya pun cepat,” ujar Meutya Hafid saat meninjau Kantor Pos Blahkiuh, Bali.
Lha iya, antre panjang itu udah kayak skripsi yang tak kunjung ACC. Lama, melelahkan, dan penuh drama!
Ini bagian paling keren. Pemerintah menegaskan semua keluarga penerima manfaat tetap akan menerima haknya, bahkan yang gak bisa hadir langsung.
Mau lagi sakit, jaga cucu, atau kepepet gak bisa keluar rumah, tenang saja pos siap antar langsung ke rumah.
Layanan jemput bola yang bikin iri bahkan kurir ekspedisi.
“Tidak boleh ada satu pun yang tidak sampai kepada keluarga penerima manfaat. Kalau orangnya tidak hadir, bantuan akan diantar langsung ke rumah,” tegas Meutya.
Keren, kan? Zaman dulu kita ngantar surat cinta, sekarang ngantar BLT. Cinta bisa PHP, tapi bantuan ini on time dan pasti nyampe.
Plt. Dirut PT Pos Indonesia, Haris, menjelaskan bahwa Pos Indonesia kini sudah naik kelas. Dulu cuma ngurus surat dan prangko, sekarang sudah jadi perusahaan logistik modern dan penyedia layanan keuangan berbasis digital.
Bayangkan, pos yang dulu kita anggap cuma tempat jual perangko, kini udah kayak startup fintech.
Dengan sistem digital, semua data penerima terintegrasi. Jadi, kalau kamu datang ke kantor pos, petugas tinggal scan barcode dari undangan kamu, cocokkan dengan identitas, lalu BLT langsung cair.
Gak pakai ribet, gak pakai nunggu matahari terbenam.
Prosesnya bahkan lebih cepat dari kamu ngetik mabar gak? di grup WA!
“Nanti petugas kami akan mengecek melalui aplikasi, jika sesuai, BLT akan langsung dibayarkan,” kata Haris.
Bayangin, ada 35 juta keluarga penerima manfaat di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu, sekitar 17–18 juta keluarga menerima melalui jaringan PT Pos Indonesia.
Artinya, kalau sistemnya gak canggih, bisa-bisa antrean BLT itu sampai menembus batas waktu dan dimensi. Tapi berkat digitalisasi, semuanya kini bisa diatur dengan rapi dan cepat.
Seperti pepatah kuno bilang “Kalau bisa cepat dan tepat, ngapain harus ribet dan terlambat?”
Maknanya? Digitalisasi itu bukan gaya-gayaan, tapi kebutuhan zaman. Karena sekarang bukan zamannya lagi nunggu giliran di bawah pohon beringin sambil berharap petugas pos datang. Ini era di mana barcode lebih berkuasa daripada nomor antrean.
Tapi, Meutya Hafid mengingatkan, di balik digitalisasi ini, pelayanan tetap harus punya rasa dan empati. Karena yang datang itu bukan robot, tapi manusia. Ada nenek, ada ibu rumah tangga, ada bapak-bapak yang baru pulang dari sawah. Mereka butuh disapa, bukan disuruh geser dikit, Bu!
“Kita harus terus menyapa dengan penuh empati, melayani dengan hati,”
pesannya.
Kalimat yang sejuk di telinga dan dalam praktiknya berarti: jangan cuma cepat, tapi juga hangat. Karena bantuan sosial bukan sekadar nominal rupiah, tapi bentuk kasih negara pada rakyatnya.
Transformasi BLT ini adalah bukti bahwa pemerintah serius masuk ke era digital. Dari cara distribusi yang dulu serba manual, sekarang semuanya bisa lebih efisien, cepat, dan manusiawi.
Kantor pos pun ikut berevolusi dari simbol surat zaman dulu jadi ikon layanan digital masa depan.
Dan buat kita semua, perubahan ini semestinya jadi pengingat bahwa digitalisasi bukan soal aplikasi, tapi soal bagaimana teknologi bisa memanusiakan manusia.
Kalau dulu antre BLT itu seperti ikut ujian kesabaran tingkat dewa, sekarang cukup scan barcode, senyum ke petugas, dan pulang bawa bantuan tanpa perlu bertapa di kantor pos!.[***]

























