Oleh: Isti Nur Laili Sanggel
Peserta: LK III Badko HMI Papua Barat-Papua Barat Daya
BERITAPRESS, ID FAKFAK/Pergolakan pemikiran Islam di era globalisasi, modernisasi, dan westernisasi menempatkan umat pada persimpangan antara kemajuan dan pelestarian identitas.
Globalisasi membawa kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan konektivitas, namun juga mengalirkan nilai-nilai Barat yang seringkali bertentangan dengan prinsip dasar Islam, (18/12/2025).
Di titik ini muncul krisis epistemologi: ilmu dipandang “bebas nilai”, terlepas dari iman dan akhlak, sehingga melahirkan generasi yang cerdas secara intelektual namun rapuh secara moral. Dalam konteks Indonesia, peradaban Islam memiliki warisan besar sebagai motor lahirnya tradisi keilmuan dan keadaban, dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) menjadi salah satu lokomotif pentingnya.
Sejak berdiri tahun 1947, HMI memposisikan diri sebagai organisasi kader yang menjembatani iman, ilmu, dan keindonesiaan, sekaligus merespons modernitas tanpa terjerumus pada sekularisme.
Melalui tradisi intelektual dan perkaderan, HMI berupaya melahirkan Muslim terpelajar yang mampu membaca zaman, mengkritisi arus westernisasi, namun tetap terbuka pada sains dan teknologi.Di tengah derasnya penetrasi budaya populer dan gaya hidup Barat, kader HMI dihadapkan pada pilihan: larut dalam arus, menutup diri secara reaksioner, atau mengambil jalan ketiga berupa modernisasi tanpa westernisasi.
Jalan ketiga ini menuntut integrasi IMTAQ dan IPTEK, penguatan akidah, serta kemampuan ijtihad kontekstual agar Islam hadir bukan sekadar sebagai identitas simbolik, tetapi sebagai paradigma yang membimbing pengambilan keputusan di kampus, masyarakat, dan ruang kebijakan publik.
Dengan cara demikian, HMI dapat kembali berperan sebagai episentrum intelektual yang menghubungkan pergolakan pemikiran Islam dengan agenda peradaban menjadikan Islam bukan hanya bertahan di tengah pusaran global, tetapi turut mengarahkan arah perubahan dunia. (IB).
