KOPERASI Merah Putih atau yang akrab disebut Kopdes Merah Putih, kini jadi buah bibir di banyak desa.
Gimana enggak, koperasi yang dulunya cuma nyimpen beras dan minyak curah, sekarang udah main aplikasi bernama Jaga Desa.
Kolaborasi antara Menkop Ferry Juliantono dan Kejaksaan Agung ini bikin Koperasi Merah Putih tampil kayak startup digital, transparan, modern, dan anti ngibul.
Si “anak desa” itu dapat suntikan tenaga turbo dari Kejaksaan Agung lewat aplikasi yang namanya manis tapi garang Jaga Desa itu, bayangin, koperasi zaman dulu yang cuma jual beras dan minyak curah, sekarang bisa diawasi lewat aplikasi! Dulu bendahara koperasi sibuk nyatet di buku tulis bergaris, sekarang bisa upload laporan ke sistem kayak anak magang di startup.
Menteri Koperasi Ferry Juliantono kelihatan sumringah waktu ngomong di acara penandatanganan kerja sama antara Kopdes Merah Putih Mitra Adhyaksa dan Kejaksaan Agung di Lampung.
Menurut doi, sinergi ini penting biar tata kelola koperasi makin transparan, akuntabel, dan berintegritas. Bahasa sederhananya biar duitnya gak nyasar ke kantong pribadi.
“Pendampingan hukum lewat aplikasi Jaga Desa itu penting banget,” ujar Ferry dalam rilisnya dilaman kop.go.id usai menyaksikan acara penandatangan kerjasama antara Kejaksaan Agung dengan Badan Bank Tanah terkait status hukum tanah dari Kopdes Merah Putih, di Bandar Lampung, Rabu (12/11).
Soalnya, lanjut beliau, kalau pengelola koperasi udah main aplikasi, bukan cuma jari yang lincah, tapi juga laporan keuangannya gak bisa ‘ngilang’ kayak duit kas ronda.
Lampung sendiri, katanya, keren abis semua desa/kelurahan udah punya Kopdes Merah Putih.
Udah kayak punya cabang minimarket di setiap pelosok, bedanya ini bukan jual kopi saset, tapi jualan kemandirian ekonomi.
Gak cuma ngomongin aplikasi, Ferry juga nyaksiin penyerahan tanah dari para Kades buat Kopdes, plus bantuan CSR dari PT Bukit Asam.
Lah, makin lengkap aja! Tinggal bikin spanduk “Soft Opening Kopdes Merah Putih” sambil potong pita.
Katanya, udah ada 18 ribu titik tanah yang diinventarisir buat Kopdes, dan 12 ribu lagi sedang dibangun. Targetnya?
“November ini, 20 ribu titik selesai dibangun,” kata Menkop.
Dan dengan gaya optimis ala orang yang baru gajian, Ferry menargetkan 80 ribu Kopdes bakal rampung pada Maret 2026.
“Insya Allah,” katanya, dengan senyum penuh keyakinan dan mungkin sedikit keringat perjuangan.
Jaksa Agung Muda Intelijen, Reda Manthovani, juga tampil di panggung.
Tugasnya jelas mengawal, mendampingi, dan memastikan semua aset Kopdes aman.
Jangan sampai ada yang tiba-tiba ngaku-ngaku punya tanah, padahal baru lewat depan koperasi dua kali.
“Kita input semua data ke aplikasi Jaga Desa, yang nanti nyambung ke SIMKopdes, sistem keuangan desa, pupuk, dan lainnya,” kata Reda.
Intinya, semua serba digital, serba terekam, dan serba gak bisa ngeles.
Sementara Wakil Gubernur Lampung, Jihan Nurlela, ngomongnya udah kayak motivator ekonomi.
Menurut beliau, Lampung ini lumbung pangan nasional, dari padi, jagung, sampai ubi kayu.
Dan Kopdes Merah Putih bisa jadi mesin penggerak buat hilirisasi produk pertanian.
“Kalau dikelola baik, ada potensi Rp51 triliun per tahun,” katanya.
Coba bayangin, kalau tiap desa kebagian sepeser aja dari itu, bisa bikin jalan mulus, wifi kencang, dan emak-emak gak perlu jualan di bawah terik matahari lagi.
Dari sisi lahan, Plt. Kepala Badan Bank Tanah, Hakiki Sudrajat, juga mantap.
“Kita punya 35 ribu hektar lahan di seluruh Indonesia, siap buat Kopdes,” ujarnya.
Dan yang paling penting, status hukumnya dijamin jelas.
Jadi gak bakal ada lagi cerita lahan koperasi tiba-tiba jadi parkiran bus malam.
Dari seluruh rangkaian acara, satu hal jelas: koperasi yang dulu dianggap “jadul”, sekarang udah naik kasta.
Ada aplikasi, ada pengawasan, ada CSR, bahkan ada pendampingan dari Kejagung.
Koperasi udah bukan tempat simpan panci dan kas bon, tapi cikal bakal ekonomi digital desa.
Kalau dulu jargon-nya “Dari Desa untuk Indonesia”, sekarang bisa ditambahin “Dari Desa, Tapi Gayanya Udah Global”.[***]

























