Scroll untuk baca artikel
Ngakak

Indonesia Gak Jual Kayu Lagi, Sekarang Jualan Napas!

×

Indonesia Gak Jual Kayu Lagi, Sekarang Jualan Napas!

Sebarkan artikel ini

DULU orang bilang “uang itu gak tumbuh di pohon”, sekarang kata Kemenhut, “tunggu dulu bos, bisa jadi tumbuh!”.

Ya, di era Presiden RI, Prabowo ini, hutan kita bukan cuma paru-paru dunia, tapi juga mulai dilirik jadi “rekening tabungan karbon”. Udara bersih? Bisa dijual. Daun hijau? Bisa dikonversi jadi dolar. Pokoknya, makin rindang, makin cuan!

Wamen Kehutanan Rohmat Marzuki dalam acara mentereng di COP30, Brasil, ngasih bocoran kalau Kemenhut lagi masak empat aturan baru buat memperkuat pasar karbon nasional.

Mulai dari revisi Permen 7/2023 sampai bikin aturan anyar soal jasa lingkungan di kawasan konservasi. Intinya, biar bisnis oksigen ini gak asal tebas, tapi ada aturan mainnya  transparan, inklusif, dan gak bisa diselundupin kayak kayu ilegal.

“Pokoknya semua harus jelas, dari akar sampai daun,” kata Pak Wamen.
(Mungkin sambil nyeruput kopi, biar gak kelebihan karbon dioksida).

Biar makin kredibel, Kemenhut juga udah gandeng International Emission Trading Association alias IETA. Bahasa gampangnya, ini semacam “asosiasi makelar karbon dunia”. Kerja sama ini katanya bakal bantu Indonesia makin pede jualan udara segar kelas premium.

Dan semua ini nyambung ke visi Presiden Prabowo lewat Asta Cita, dua pilar pentingnya ketahanan pangan dan pengelolaan lingkungan. Jadi selain nasi tetap ngebul, oksigen juga tetap ngalir.

Gak cuma jualan karbon, Kemenhut juga punya lima program keren, dari digitalisasi layanan hutan (biar gak perlu bawa map lusuh ke kantor kehutanan), sampai kebijakan satu peta biar gak ada lagi yang ngaku-ngaku “ini hutan nenek moyangku” padahal baru datang tahun kemarin.

Hasilnya? Hebat juga. Kebakaran hutan turun dari 2,6 juta hektare (jaman asap dulu tuh) jadi cuma 213 ribu hektare tahun ini. 57 taman nasional juga udah dimodernisasi  kayak update software tapi versinya “Hutan 5.0”.

Satu yang paling keren: proyek restorasi Way Kambas senilai USD 150 juta! Selain nyelametin gajah Sumatera, proyek ini juga bisa nyiptain 750 lapangan kerja dan potensi ekonomi USD 450 juta. Gajahnya senyum, rakyatnya juga dapet kerjaan. Win-win!.

Dan berkat pendekatan Multi Usaha Kehutanan (MUK), pengelola hutan kini gak cuma jual kayu, tapi juga madu, rotan, resin, tanaman obat, sampai jasa lingkungan berbasis karbon. Bayangin, dari satu batang pohon aja bisa lahir ekonomi kreatif versi hijau.

Tapi puncaknya, Wamen bilang, semua ini bakal bikin Indonesia jadi pusat pasar karbon dunia.Nah, dari yang dulu dikenal “pemasok asap se-ASEAN”, sekarang jadi “pemasok oksigen berstandar global”.

Kalau ini berhasil, mungkin nanti orang luar negeri bakal ngantri beli “Oksigen Original Indonesia” lengkap dengan label halal dan bebas deforestasi. 
Bisa jadi, beberapa tahun ke depan, isi toko daring bukan lagi “minyak kayu putih”, tapi “oksigen botolan Made in Riau” dengan promo Beli dua hirup, gratis satu napas segar!.hahaha.

Dari yang dulu hutan dianggap “beban negara”, sekarang malah jadi tabungan masa depan. Kemenhut gak lagi sibuk ngurus perizinan gergaji, tapi ngatur peredaran napas manusia sejagat.
Keren? Iya. Absurd? Jelas. Tapi kalau ini berhasil, mungkin dunia bakal sadar: ternyata pohon lebih produktif kalau dipeluk, bukan ditebang.

Seperti kata pepatah versi kehutanan modern “Siapa menanam, dia menuai, siapa menjaga, dia menafkahi dan siapa menebang sembarangan… siap-siap kehabisan napas  bukan cuma rezeki”.[***]